
sawitsetara.co – PALANGKA RAYA – Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) mengungkapkan, hingga tahun 2025 masih ada 47 persen perusahaan sawit di wilayahnya yang belum menuntaskan kewajiban pembangunan kebun plasma bagi masyarakat. Padahal, aturan mewajibkan perusahaan menyediakan 20 persen lahan plasma dari total luas izin perkebunannya.
Kepala Disbun Kalteng Rizky R. Badjuri menjelaskan, berdasarkan data 2021–2025, realisasi plasma baru mencapai 52,66 persen dari target 100 persen. Capaian tertinggi berada di wilayah Timur (76 persen), disusul wilayah Barat (61,03 persen), dan wilayah Tengah (45,95 persen).
“Perbedaan capaian antarwilayah ini sangat dipengaruhi oleh jumlah perusahaan dan luas izin operasional yang dimiliki masing-masing,” ujar Rizky dalam Rapat Sinkronisasi dan Evaluasi Data Plasma, CSR, Penyerapan Tenaga Kerja Lokal, dan Alat Berat di Aula Disbun Kalteng, Palangka Raya, Senin (10/11/2025).
Asisten Perekonomian dan Pembangunan (Ekbang) Setda Kalteng Herson B. Aden menegaskan, pemenuhan kewajiban plasma merupakan bentuk nyata kemitraan berkeadilan antara perusahaan dan masyarakat. “Plasma 20 persen harus direalisasikan secara penuh, transparan, dan berkelanjutan agar masyarakat sekitar kebun ikut merasakan manfaat ekonomi langsung dari kehadiran perusahaan,” ujarnya.

Menurut Herson, sektor perkebunan sawit masih menjadi tulang punggung ekonomi Kalteng, sehingga kesejahteraan masyarakat sekitar kebun harus berjalan seiring dengan keberlanjutan usaha perkebunan. “Pemerintah provinsi bersama kabupaten/kota dan perusahaan sawit perlu memperkuat sinergi agar pelaksanaan usaha perkebunan berjalan inklusif dan berkeadilan,” tambahnya.
Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid sebelumnya menegaskan akan menindak tegas perusahaan sawit yang abai terhadap kewajiban plasma, bahkan hingga pencabutan Hak Guna Usaha (HGU).
“Kalau diperlukan, HGU-nya akan kami cabut,” tegas Nusron dikutip dari Kompas.com.

Nusron juga menekankan bahwa mulai sekarang, penyerahan lahan plasma wajib dilakukan di awal sebelum perpanjangan HGU. “Dulu plasma dijanjikan nanti setelah HGU diperpanjang, tapi mulai sekarang harus diberikan di depan untuk permohonan HGU baru,” ujarnya.
Ia juga menyoroti adanya perusahaan yang menyalurkan plasma kepada koperasi karyawan internal perusahaan, bukan kepada masyarakat sekitar. “Kita ingin plasmanya benar-benar dikelola petani setempat, bukan hanya karyawan perusahaan,” tegasnya.
Sebagai langkah lanjut, Kementerian ATR/BPN akan berkoordinasi dengan Kementerian Transmigrasi agar lahan plasma bisa dikelola oleh transmigran bila di sekitar kebun tidak ada permukiman masyarakat. Selain itu, pemerintah juga mendorong tambahan 10 persen lahan plasma pada perpanjangan HGU tahap ketiga, sehingga total menjadi 30 persen lahan plasma untuk masyarakat.



Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *