
sawitsetara.co – PEKANBARU – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) menyuarakan keprihatinan mendalam terkait dampak penertiban kebun sawit rakyat di kawasan hutan, sebagaimana diatur dalam PP 45/2025. APKASINDO mendesak pemerintah untuk mengutamakan penyelesaian yang lebih manusiawi bagi para petani yang terdampak.
Ketua Bidang Penelitian dan Keberlanjutan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) APKASINDO, Dr. Riyadi Mustofa, SE, M.Si, C.EIA, menyampaikan bahwa banyak petani telah menggarap lahan selama puluhan tahun, namun tiba-tiba dinyatakan berada di kawasan hutan.
“Makna menertibkan bukan mematikan usaha yang telah terbangun, tetapi membuat kawasan hutan lebih teratur dan sesuai aturan,” ujarnya kepada RiauAktual.com pada Minggu (16/11/2025).

Dr. Riyadi menyoroti bahwa penetapan kawasan hutan seringkali hanya berdasarkan penunjukan, tanpa adanya kepastian hukum yang jelas. Ia menekankan bahwa Undang-Undang 41/1999 tentang Kehutanan mewajibkan proses pengukuhan agar status lahan memiliki kepastian hukum.
Selain itu, APKASINDO juga mengkritik sanksi dalam PP 45/2025 yang dinilai terlalu berat bagi petani kecil. “Denda administratif yang sangat tinggi itu seperti mematikan usahatani. Ancaman pidana juga tidak tepat karena petani bukan merambah atau mencuri lahan orang,” tegasnya.
Apkasindo telah berdialog dengan KLHK dan Satgas PKH, mendorong adanya land amnesty_sebagai solusi, terutama bagi petani yang telah lama menggarap lahan dengan itikad baik.
Riyadi menegaskan, “Kalau tujuan penertiban untuk kesejahteraan rakyat, pemerintah harus memberikan kepastian hukum agar petani mudah mengakses bantuan, tata kelola, dan lembaga keuangan.”

Tags:



Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *