
sawitsetara.co – MEDAN – Banjir yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera tidak hanya menciptakan situasi darurat kemanusiaan, tetapi juga membuka ruang refleksi tentang bagaimana nilai-nilai organisasi diuji dan diwariskan.
Di tengah krisis, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) menunjukkan bahwa bencana dapat menjadi medium pembelajaran kolektif tentang empati, tanggung jawab sosial, dan kebersamaan.
Gerak cepat para pengurus dan petani sawit APKASINDO bukan semata-mata respons teknis terhadap bencana, melainkan cerminan dari nilai yang telah lama ditanamkan dalam organisasi. Bantuan yang mengalir dari berbagai daerah menjadi bukti bahwa APKASINDO memiliki fondasi emosional yang melampaui hubungan struktural.
Ketua DPW APKASINDO Sumatera Utara, Gus Dalhari Harahap, menilai peristiwa ini memperlihatkan bagaimana nilai kemanusiaan bekerja secara nyata di lapangan. Ia menyebut keterlibatan aktif Ketua Umum DPP APKASINDO, Dr Gulat Medali Emas Manurung, CIMA., C.APO., sebagai pemicu kesadaran kolektif seluruh anggota.
“Para petani sawit dari berbagai provinsi, tanpa melihat perbedaan suku, agama, maupun status sosial, bergerak untuk membantu saudara-saudara kita yang terdampak banjir,” kata Gus Dalhari, Senin (22/12/2025).
Menurutnya, situasi tersebut menunjukkan bahwa dalam kondisi krisis, identitas sosial dan kepentingan pribadi mencair, digantikan oleh rasa kemanusiaan yang lebih mendasar. Ia juga menyoroti bagaimana nilai kepemimpinan tidak diajarkan melalui instruksi formal, melainkan melalui keteladanan langsung di lapangan.
“Beliau bukan hanya memerintahkan, tetapi hadir langsung, mengetuk hati para pengurus untuk meninggalkan kenyamanan pribadi dan turun membantu masyarakat,” ujarnya.
Nilai empati tersebut kemudian diterjemahkan dalam tindakan konkret, mulai dari evakuasi korban banjir, penyaluran bantuan logistik, hingga pendampingan moral bagi petani sawit dan warga terdampak agar tetap memiliki keteguhan menghadapi musibah.
Di lokasi bencana, gotong royong bukan sekadar jargon. Puluhan pengurus APKASINDO dari berbagai wilayah bekerja berdampingan dengan masyarakat setempat, menunjukkan bahwa kerja kolektif menjadi kunci utama dalam situasi darurat.
“Pekerjaan berat menjadi lebih ringan ketika dilakukan bersama. Ini yang mempercepat proses penanganan darurat,” jelasnya.
Gus Dalhari menilai, pengalaman ini menjadi pelajaran penting bahwa modal sosial merupakan kekuatan yang tidak kalah penting dibanding sumber daya material. Bahkan dalam keterbatasan dan risiko tinggi, para pengurus tetap bertahan karena nilai kemanusiaan telah menjadi bagian dari budaya organisasi.
“Ini adalah hasil pembinaan Ketua Umum bahwa kepedulian berada di atas kepentingan pribadi,” kata Gus Dalhari.
Lebih jauh, ia menyebut kesetiakawanan sosial yang terbentuk selama bencana memperkuat hubungan emosional antara DPP dan DPW APKASINDO. Kepercayaan internal ini memastikan bantuan tidak hanya tepat sasaran, tetapi juga menghadirkan rasa ditemani bagi anggota yang terdampak.
“Kepercayaan ini adalah modal membangun organisasi yang kokoh,” ujarnya.
Menurut Gus Dalhari, peristiwa banjir di Sumatera juga menyimpan pelajaran moral bagi generasi muda petani sawit. Di tengah tantangan zaman, kepekaan sosial dan tanggung jawab sebagai warga negara justru diuji dalam situasi-situasi sulit seperti bencana alam.
Ia menegaskan bahwa momen ini akan menjadi catatan penting dalam perjalanan organisasi APKASINDO. “Ketika sebagian keluarga besar APKASINDO terkena musibah, maka seluruh keluarga ikut merasakan. Inilah nilai yang diajarkan Ketua Umum kepada kami,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Gus Dalhari menyampaikan apresiasi yang bersifat reflektif, bukan sekadar penghormatan personal. “Darimu kami belajar, Sang Ketua Umum,” katanya.


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *