
sawitsetara.co - ACEH TAMIANG – Bagi warga Desa Batu Bejulang, Kabupaten Aceh Tamiang, banjir bandang yang melanda pada 25 November 2025 bukan sekadar bencana alam. Air bah yang membawa ribuan kayu gelondongan itu telah menghapus sumber penghidupan ratusan keluarga petani sawit dalam sekejap.
Ratusan hektare kebun sawit warga berubah menjadi hamparan kayu tumbang. Batang-batang besar yang terbawa arus menghantam dan merobohkan pohon sawit produktif, meninggalkan kerusakan yang sulit dihitung nilainya.
Berdasarkan laporan Republika, petani sawit setempat, Jawariyah (45), mengatakan sedikitnya 50 petani di desanya terdampak langsung banjir bandang tersebut. Meski rumahnya selamat, kehilangan kebun berarti kehilangan pendapatan utama keluarga.
“Ini ladang (sawit) punya warga. Disinilah kami cari makan, sekarang enggak ada lagi. Sudah habis ditabrak kayu,” kata Jawariyah, Selasa (23/12/2025).
Ironisnya, kebun sawit itu seharusnya dipanen beberapa hari setelah bencana. Jawariyah mengungkapkan, para petani telah bersiap memanen sawit pada Sabtu (29/11/2025). Namun rencana itu pupus ketika banjir bandang datang lebih dulu, Selasa (25/11/2025).
Sebagai ibu dengan sembilan anak, kebun sawit seluas satu hektare selama ini menjadi tumpuan hidup keluarganya. Setiap bulan, hasil panen sawit memberinya pemasukan sekitar Rp 2 juta, cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga. “Sekarang enggak tahu lagi mau makan apa,” kata dia.
Selain menghancurkan kebun, banjir bandang juga membawa dampak pada akses transportasi. Jawariyah menjelaskan, ribuan kayu gelondongan sempat menutup jalan penghubung menuju Kabupaten Aceh Timur. “Baru dua hari ini jalan bisa dilalui mobil,” katanya.
Di tengah keterbatasan, warga berusaha bertahan dengan memanfaatkan sisa-sisa bencana. Pantauan Republika menunjukkan sejumlah warga membelah kayu gelondongan berdiameter besar—bahkan sebesar dua pelukan orang dewasa—menggunakan mesin gergaji listrik di kebun yang kini berubah menjadi ladang kayu.
Kasdi (37), petani sawit lainnya, mengatakan kayu-kayu tersebut tidak untuk dijual. “Kita enggak jual lagi. Kami manfaatkan pakai buat benerin rumah yang rusak,” ujar Kasdi.
Pemilik kebun sawit seluas setengah hektare itu mengaku kebunnya selama ini menjadi sumber penghidupan utama. Setelah kebun hancur, ia belum memiliki alternatif penghasilan lain.
Kerusakan kebun sawit tidak hanya terjadi di Desa Batu Bejulang. Di Desa Rantau Bintang, ratusan pohon sawit milik warga juga tampak tumbang akibat terjangan banjir bandang.
Sementara itu, proses pemulihan pascabencana di Kabupaten Aceh Tamiang mulai menunjukkan perkembangan. Alat berat masih dikerahkan untuk membersihkan material lumpur yang menutup akses jalan utama di wilayah kota.
Pantauan di lapangan pada Selasa (23/12) menunjukkan alat berat beroda besi terus berlalu-lalang membelah tumpukan lumpur tebal. Meski deretan ruko dan rumah warga masih tampak sepi karena genangan sisa pembersihan, mobilitas masyarakat perlahan mulai kembali.
Warga mulai berani melintasi jalur-jalur yang telah dibersihkan, baik dengan berjalan kaki maupun menggunakan kendaraan bermotor. Seiring pembersihan infrastruktur jalan, aktivitas ekonomi di sejumlah titik pun mulai bergerak.
Salah satu tanda pemulihan yang paling dirasakan warga adalah kembalinya aliran listrik sejak akhir pekan lalu. Di Pasar Sungai Liput, suara musik kembali terdengar dari pengeras suara milik warga, menandakan listrik sudah dapat diakses.
Aktivitas jual-beli mulai terlihat meski belum sepenuhnya normal. Pedagang bahan pokok, sayur-mayur, hingga penjual bahan bakar eceran kembali membuka lapak di bagian depan pasar.
Aceh Tamiang menjadi salah satu wilayah dengan dampak terparah akibat banjir bandang November lalu. Selain melumpuhkan akses jalan dan mematikan listrik, bencana ini juga merusak 439 sekolah serta puluhan ribu rumah warga.
Di tengah proses pemulihan infrastruktur dan fasilitas umum, nasib petani sawit seperti Jawariyah dan Kasdi menjadi pengingat bahwa pemulihan ekonomi warga, terutama yang bergantung pada kebun, masih membutuhkan perhatian serius agar kehidupan masyarakat Aceh Tamiang benar-benar pulih seperti sediakala.


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *