sawitsetara.co – SURAKARTA – Bedah dan Diseminasi Buku “Mitos vs Fakta: Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global” edisi keempat sukses digelar di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan Keluarga Mahasiswa Agribisnis (KAMAGRISTA) serta Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian UNS.
Tidak hanya diikuti mahasiswa UNS, kegiatan ini juga menarik partisipasi mahasiswa dari berbagai universitas di Solo Raya, antara lain Universitas Tunas Pembangunan, Universitas Veteran Bangun Nusantara, Universitas Batik Surakarta, dan Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta. Antusiasme datang pula dari luar wilayah Solo, seperti Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta dan Universitas Gadjah Mada. Tingginya minat peserta menunjukkan besarnya keingintahuan mahasiswa untuk memahami industri sawit secara ilmiah dan faktual.
Kegiatan ini bertujuan mensosialisasikan isi buku Mitos vs Fakta Sawit edisi keempat kepada mahasiswa se-Solo Raya. Pembahasan utama disampaikan oleh Dr. Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif PASPI sekaligus Ketua Tim Penyusun Buku, kemudian dilanjutkan sesi bedah buku oleh tiga dosen UNS:
Salah satu isu yang mendapat sorotan utama adalah kontribusi industri sawit terhadap perekonomian nasional. Buku tersebut memaparkan secara komprehensif peran sawit mulai dari level petani, desa, daerah, hingga nasional dan global.
Manfaat ekonomi sawit tidak hanya dirasakan oleh pelaku usaha langsung seperti petani dan pekerja perkebunan, tetapi juga oleh masyarakat luas. Perkebunan sawit berperan sebagai lokomotif ekonomi yang menumbuhkan berbagai sektor lain di pedesaan, menciptakan efek berganda (economic spillover) di tingkat regional dan nasional. Bahkan, studi European Economics (2014 dan 2016) menunjukkan bahwa impor dan hilirisasi minyak sawit juga meningkatkan perekonomian negara-negara importir.
Dalam konteks target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen yang dicanangkan pemerintah, industri sawit dinilai memiliki potensi besar sebagai mesin pertumbuhan sekaligus pengungkit pemerataan—sejalan dengan konsep Sumitronomics yang menjadi landasan arah kebijakan ekonomi era Presiden Prabowo.
Sebagai growth engine, penguatan industri sawit dapat dilakukan melalui perluasan dan pendalaman hilirisasi. Produk-produk hilir bernilai tambah tinggi bisa diarahkan ke pasar ekspor untuk menghasilkan devisa, atau untuk substitusi impor di pasar domestik guna menghemat devisa. Hilirisasi juga menimbulkan multiplier effect besar—dalam bentuk pendapatan, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan konsumsi—yang memperluas “kue ekonomi” nasional.
Pemerintah sendiri telah menyiapkan grand policy pengembangan hilirisasi sawit sejak 2011, melalui kebijakan pungutan ekspor dengan tarif yang makin rendah untuk produk hilir, reinvestasi dana pungutan ekspor ke industri sawit, serta kebijakan mandatori biodiesel.
Selain menjadi mesin pertumbuhan, industri sawit juga dapat berfungsi sebagai pengungkit pemerataan ekonomi melalui integrasi usaha berbasis kerakyatan—UMKM dan koperasi—ke dalam rantai pasok sawit dari hulu hingga hilir. Model inklusif ini memungkinkan manfaat ekonomi sawit menjangkau masyarakat pedesaan secara lebih luas, sekaligus memperkuat ekonomi daerah.
Dalam kesempatan yang sama, Helmi Muhansyah, Kepala Divisi UKMK menjelaskan program BPDPKS yang berfokus pada pengembangan UMKM sawit. Melalui kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, BPDPKS menargetkan lahirnya 1.000 UMKM perkebunan, termasuk UMKM sawit. Salah satu mitra penting dalam program ini adalah universitas.
Fakultas Pertanian UNS menjadi salah satu kolaborator utama BPDPKS dalam program Perintisan Wirausaha Muda Berbasis Limbah Kelapa Sawit di Provinsi Jambi. Program tersebut mencakup rangkaian kegiatan seperti workshop pengolahan limbah sawit, dengan target melahirkan start-up berbasis bisnis olahan limbah sawit yang dapat direplikasi menjadi UMKM unggulan di berbagai daerah.
Komitmen BPDPKS dalam mendorong lahirnya UMKM sawit terbukti bukan hanya rencana di atas kertas. Pada kegiatan serupa di Universitas Andalas, Helmi Muhansyah memaparkan keberhasilan program Inkubasi Bisnis UMKM Sawit hasil kerja sama BPDPKS dan Universitas Andalas. Program tersebut telah melahirkan UMKM yang mengolah biomassa sawit menjadi produk lidi sawit—tidak hanya meningkatkan pendapatan keluarga petani, tetapi juga berhasil menembus pasar ekspor dan mencetak devisa baru bagi Indonesia.
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *