
sawitsetara.co – KUALA LUMPUR – Industri sawit global sedang menghadapi tekanan yang meningkat. Regulasi yang semakin ketat, pasar yang sensitif, dan isu keberlanjutan menjadi tantangan utama.
Di tengah situasi ini, negara-negara produsen minyak sawit memilih untuk bersatu. Inilah pesan utama dari Pertemuan Tingkat Menteri ke-13 Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) yang diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia pada Rabu (17/12/2025).
Pertemuan ini menjadi momen penting bagi negara-negara produsen sawit untuk menyatukan sikap mereka dalam menghadapi dinamika global, terutama terkait dengan EU Deforestation Regulation (EUDR) yang berpotensi membebani produsen dan petani kecil.
Rapat dipimpin oleh Dato’ Yusran Shah bin Mohd Yusof, yang mewakili Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia. Indonesia diwakili oleh Dida Gardera, perwakilan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Hadir pula sejumlah pejabat tinggi dari berbagai negara produsen, termasuk Menteri Sawit Papua Nugini Francis Galia Maneke, perwakilan Republik Demokratik Kongo, dan Menteri Pertanian dan Peternakan Honduras Laura Suazo yang hadir secara daring.
Selain anggota, negara pengamat seperti Ghana, Nigeria, dan Kolombia juga hadir, sementara Brasil sebagai negara tamu. Kehadiran lintas benua ini menegaskan posisi CPOPC sebagai wadah bagi negara produsen sawit.
CPOPC mencatat kemajuan Ghana dan Nigeria menuju keanggotaan penuh, serta meningkatnya minat dari Ekuador, Peru, dan Kosta Rika. Perkembangan ini diharapkan dapat memperkuat solidaritas global produsen sawit di tengah tekanan eksternal.
Para menteri mengapresiasi peran CPOPC di panggung internasional, termasuk partisipasi dalam United Nations ECOSOC High-Level Political Forum 2025.
Forum tersebut menjadi platform penting untuk menunjukkan kontribusi minyak sawit terhadap pembangunan pedesaan, pertumbuhan ekonomi, dan kesetaraan gender. Keterlibatan CPOPC dengan Bank Dunia, ASEAN, IFPRI, dan Global Biofuel Alliance juga dinilai memperkuat posisi tawar produsen sawit.
Isu perdagangan menjadi fokus utama pembahasan. CPOPC mencatat penguatan hubungan dengan negara konsumen besar seperti Cina dan India. Terhadap Uni Eropa, para menteri menegaskan sikap bersama agar penerapan EUDR dilakukan secara adil, berbasis sains, dan inklusif.
Penguatan Ad Hoc Joint Task Force didorong untuk memastikan regulasi tersebut tidak menjadi hambatan bagi negara produsen. Skema sertifikasi nasional seperti ISPO dan MSPO kembali ditegaskan sebagai instrumen kredibel untuk transparansi dan ketertelusuran.
Pertemuan juga menyoroti tantangan pasar global, mulai dari meningkatnya permintaan biofuel, persaingan minyak nabati lain, penuaan tanaman sawit, hingga proteksionisme perdagangan.
Para menteri sepakat untuk mendorong peningkatan produktivitas, percepatan peremajaan, serta inovasi dan digitalisasi sistem ketertelusuran. Program promosi sawit melalui generasi muda, termasuk #YoungElaeis Ambassadors, juga mendapat perhatian.
Di akhir pertemuan, CPOPC mengesahkan Peta Jalan Strategis 2025–2028 dan melakukan serah terima ketua dari Malaysia kepada Indonesia, yang berlaku efektif mulai 1 Januari 2026. Indonesia diharapkan memainkan peran kunci dalam memperkuat posisi CPOPC sebagai suara kolektif negara produsen sawit dunia.


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *