sawitsetara.co - PEKANBARU - Bagi Risalatul Halimah, atau yang akrab disapa Risa, dunia sawit bukanlah hal asing. Sejak kecil, ia sudah terbiasa memegang pelepah dan membantu orang tuanya di kebun sawit. Dari situlah semangatnya tumbuh — bukan hanya untuk membantu keluarga, tapi juga untuk memahami lebih dalam industri yang telah menjadi sumber kehidupan keluarganya. Kini, berkat beasiswa penuh dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), gadis asal Desa Teluk Kabung, Kampar ini berhasil mewujudkan mimpinya, menyelesakan kuliah di Politeknik Kampar.
Risa adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Ia lahir dari keluarga petani sawit sederhana yang hidup dari hasil kebun kecil milik sendiri. Kedua orang tuanya bekerja keras agar anak-anaknya bisa bersekolah. Namun, seiring bertambahnya usia, tenaga mereka kian terbatas. “Orang tua saya sudah lanjut usia, jadi tidak bisa bekerja sekeras dulu,” ujar Risa pelan.
Meski hidup sederhana, keluarga Risa penuh semangat. Setiap pagi, ia membantu orang tua ke kebun sebelum berangkat sekolah. Dari situlah ia mengenal arti kerja keras dan keteguhan. “Saya sudah kenal sawit sejak umur delapan tahun. Dulu waktu masih SD, kalau libur sekolah saya bantu panen,” katanya tersenyum mengenang masa kecil.
Namun, di balik senyum itu, tersimpan perjuangan panjang. Saat Risa duduk di bangku SMP hingga Madrasah Aliyah, keluarganya sempat mengalami masa-masa sulit. Ayahnya jatuh sakit, sementara harga sawit terjun bebas hingga Rp200 per kilogram. “Kami sempat benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Uang dari kebun tidak cukup untuk kebutuhan sekolah,” ujarnya.
Setelah lulus dari Madrasah Aliyah pada tahun 2022, Risa sempat putus asa. Mimpi untuk melanjutkan kuliah terasa terlalu jauh. Ia kemudian membantu orang tuanya di kebun sambil mencari peluang lain. Di tengah kesibukan itu, ia memanfaatkan waktu senggang untuk membuat konten YouTube bersama kakaknya. “Kami buat channel YouTube tentang kehidupan di kebun sawit, siapa tahu bisa bantu ekonomi keluarga,” katanya.
Usaha kecilnya itu ternyata membuahkan hasil. Salah satu videonya viral dan menarik perhatian seorang jurnalis. Dari sanalah Risa pertama kali tahu tentang beasiswa untuk anak petani sawit. Harapan baru pun tumbuh. Ia mencoba mendaftar beasiswa dari BPDP (Badan Pengelola Dana Perkebunan). Sayangnya, nasib belum berpihak. “Saya gagal karena jaringan di kampung susah dan waktu tidak cukup untuk penuhi persyaratan,” ucapnya.
Kegagalan itu sempat membuat Risa kecewa. Ia merasa mimpinya kembali pupus. Namun tak disangka, kisahnya yang sempat diwawancarai jurnalis tadi ternyata sampai ke telinga pengurus APKASINDO. “Beberapa hari kemudian, saya dihubungi dan diberi tahu bahwa saya diterima beasiswa dari APKASINDO. Saya langsung menangis. Rasanya seperti dapat hidup baru,” katanya dengan mata berbinar.
Melalui beasiswa APKASINDO, Risa kini menempuh pendidikan di Politeknik Kampar dengan fasilitas lengkap. Asrama, uang saku, dan dukungan penuh dari organisasi petani sawit terbesar di Indonesia itu. “Yang paling saya syukuri adalah bisa belajar tanpa beban biaya. Saya bisa fokus mengejar cita-cita tanpa khawatir soal keuangan,” ujarnya lega.
Kabar bahagia itu juga membawa kebanggaan besar bagi keluarganya. Ibunya bahkan menitikkan air mata saat mendengar sang anak diterima kuliah dengan beasiswa penuh. “Ibu saya menangis bahagia. Abang dan kakak semua juga terharu,” kata Risa.
Kini, setiap kali mengingat perjuangannya, Risa merasa semakin kuat. Ia yakin pendidikan adalah jalan terbaik untuk memajukan kehidupan petani sawit. “Saya ingin suatu saat bisa membantu petani sawit seperti keluarga saya agar lebih sejahtera. Saya ingin paham teknologi pengolahan sawit dan berkontribusi untuk kemajuan industri ini,” ucapnya mantap.
Di kampus, Risa dikenal tekun dan bersemangat. Ia aktif belajar mengenai pengolahan sawit, efisiensi produksi, dan pengelolaan limbah. Baginya, dunia sawit bukan hanya tentang minyak, tapi juga keberlanjutan dan kesejahteraan petani. “Saya belajar bahwa industri sawit itu luas. Kalau dikelola dengan baik, bisa bawa banyak manfaat untuk masyarakat,” katanya.
Risa berharap suatu hari nanti bisa bekerja di perusahaan pengolahan sawit atau lembaga yang membantu petani meningkatkan hasil panen mereka. “Saya ingin menjadi bagian dari generasi muda yang membawa perubahan positif di dunia sawit,” ujarnya penuh tekad.
Bagi Risa, beasiswa ini bukan sekadar penghargaan, melainkan tanggung jawab besar. Ia berjanji akan belajar sungguh-sungguh agar bisa membalas kebaikan para petani yang iurannya turut membiayai program ini. “Terima kasih sebesar-besarnya untuk seluruh petani sawit Indonesia. Berkat kalian, saya bisa kuliah dan punya harapan baru,” katanya haru.
Menutup ceritanya, Risa menyampaikan pesan bagi anak-anak desa lain yang mungkin sedang berjuang seperti dirinya dulu. “Jangan pernah takut bermimpi. Walaupun kita dari keluarga sederhana, kalau kita punya niat, usaha, dan doa orang tua, pasti ada jalan. Kegagalan bukan akhir, tapi cara Tuhan menguatkan kita,” tuturnya dengan senyum yakin.
Kini, dari anak kebun sawit sederhana, Risa perlahan menapaki jalan menuju masa depan yang lebih cerah. Ia bukan hanya membawa mimpi pribadinya, tetapi juga harapan ribuan keluarga petani sawit di Indonesia yang ingin melihat anak-anak mereka bangkit, belajar, dan memajukan negeri dari akar kehidupan yang mereka tanam: sawit.
Tags:
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *