KONSULTASI
Logo

Disbun Kukar Ingatkan Petani Sawit: Benih Murah Tak Bersertifikat Berujung Kerugian

30 Desember 2025
AuthorHendrik Khoirul
EditorDwi Fatimah
Disbun Kukar Ingatkan Petani Sawit: Benih Murah Tak Bersertifikat Berujung Kerugian
HOT NEWS

sawitsetara.co - TENGGARONG — Dinas Perkebunan (Disbun) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) kembali mengingatkan petani kelapa sawit agar tak tergiur benih murah yang tidak bersertifikat. Penggunaan benih ilegal dinilai menjadi salah satu penyebab utama rendahnya produktivitas kebun sawit rakyat dan kerugian jangka panjang bagi petani.

Kepala Bidang Usaha dan Penyuluhan Disbun Kukar, Samsiar, menegaskan bahwa kualitas benih merupakan fondasi utama keberhasilan usaha perkebunan sawit. Tanpa benih resmi dan bersertifikat, penerapan teknik budidaya sebaik apa pun tidak akan menghasilkan produksi optimal.

“Setelah mendapatkan sumber benih yang bagus, resmi, dan bersertifikat, barulah diterapkan sistem budidaya yang benar. Petani bisa belajar dan bertanya kepada petugas penyuluh, perusahaan perkebunan, atau petani lain di sekitar desa yang sudah berpengalaman,” ujar Samsiar, dilansir Kutairaya.com, Selasa (30/12/2025).

natal dpp

Ia menjelaskan, teknik budidaya kelapa sawit tidak bersifat seragam. Setiap kebun memiliki karakteristik berbeda, mulai dari kondisi tanah, usia tanaman, hingga pola perawatan. Kesalahan dalam pemupukan, jarak tanam, maupun perawatan harian dapat berdampak pada pertumbuhan yang lambat dan hasil panen yang rendah.

“Kalau salah penerapan, meskipun pupuknya bagus, hasilnya tetap tidak maksimal,” katanya.

Disbun Kukar juga mendorong petani sawit untuk mendaftarkan kebunnya dan mengantongi Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB). Dokumen tersebut menjadi syarat penting bagi petani untuk menjalin kemitraan dengan perusahaan perkebunan.

“Dengan bermitra, ada jaminan harga yang mengikuti ketetapan pemerintah. Pemerintah daerah juga berkewajiban memfasilitasi kemitraan tersebut agar petani terlindungi,” ujar Samsiar.

Menurutnya, penerapan prinsip budidaya kelapa sawit berkelanjutan harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari pemilihan benih, teknik tanam, perawatan, panen, hingga proses pengangkutan hasil. Penggunaan pupuk dan herbisida pun harus disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah agar efektif dan efisien.

Samsiar mengungkapkan, rata-rata produktivitas petani sawit swadaya saat ini masih berada di kisaran 1,5 hingga 2 ton per hektare. Angka tersebut masih tertinggal dibandingkan standar perusahaan yang dapat mencapai sekitar 2,5 ton per hektare.

“Sejumlah petani swadaya di Kukar sebenarnya sudah mampu mencapai angka itu karena menerapkan teknik budidaya yang benar,” katanya.

natal dpp

Di sisi lain, Disbun Kukar menyoroti maraknya peredaran bibit sawit ilegal, terutama melalui media sosial. Samsiar menegaskan bahwa seluruh balai benih resmi di Indonesia tidak pernah menjual bibit secara daring.

“Kalau ada yang menjual bibit sawit lewat Facebook atau media sosial lainnya dan mengatasnamakan balai benih resmi, itu dipastikan tidak benar. Benih resmi selalu dilengkapi sertifikat dan label dari petugas berwenang,” ujarnya.

Ia menuturkan, pihaknya kerap menerima laporan dari petani yang mengalami kerugian akibat menggunakan bibit tidak resmi. Dampaknya baru terasa setelah bertahun-tahun.

“Tanaman sudah berumur 5 hingga 6 tahun, tapi hanya menghasilkan satu sampai tiga tandan per pohon, bahkan ada yang tidak berbuah sama sekali,” kata Samsiar.

Untuk mencegah kerugian serupa, Disbun Kukar secara rutin memasukkan materi edukasi tentang benih resmi dalam setiap kegiatan sosialisasi, termasuk bekerja sama dengan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Kukar.

Sementara itu, Mukmin, petani sawit asal Kecamatan Sebulu, mengakui bahwa faktor harga masih menjadi alasan utama petani membeli bibit tidak resmi. Ia berharap edukasi dan pendampingan dari pemerintah terus diperkuat agar petani tidak lagi terjebak pilihan jangka pendek yang justru merugikan masa depan usaha perkebunan mereka.

“Mereka tahu itu tidak resmi, tapi karena harganya lebih murah, akhirnya tetap dibeli. Padahal dampaknya baru terasa beberapa tahun kemudian,” ucap Mukmin.


Berita Sebelumnya
Lahan Sawit Sitaan Tak Jadi Hutan, Permenhut Baru Beri Karpet Merah untuk Perusahaan BUMN Ambil Alih

Lahan Sawit Sitaan Tak Jadi Hutan, Permenhut Baru Beri Karpet Merah untuk Perusahaan BUMN Ambil Alih

Alih-alih direstorasi, kebun-kebun sawit sitaan justru berpeluang berubah status menjadi Areal Peruntukan Lain (APL) melalui regulasi baru yang terbit tanpa gaung publik.

29 Desember 2025 | Berita

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *