
sawitsetara.co - BANTEN - Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Agrinas dalam membenahi tata kelola industri sawit nasional. Ia menilai kehadiran Agrinas menjadi momentum penting untuk memperbaiki sistem pengelolaan sawit yang selama ini dinilai amburadul dan tidak tertib.
“Munculnya Agrinas saya pribadi sangat happy. Meskipun caranya masih itu-itu saja, tapi yang penting mulai berbenah. Jangan kita salahkan, jangan dicela, mari kita perbaiki bersama,” ujar Sahat dalam Workshop Jurnalis Promosi UKM Sawit bertema “Kolaborasi Media dan UKM Sawit untuk Indonesia Emas 2024” di Banten, Kamis (23/10/2025).
Menurut Sahat, tata kelola sawit nasional saat ini perlu pembenahan menyeluruh. Banyak pihak, terutama dari luar negeri, menilai industri sawit Indonesia masih semrawut dan belum ramah investasi. “Banyak negara luar mengatakan Indonesia payah, tidak menarik bagi investor karena kondisi lapangan yang tidak tertib. Satgas-satgas mengambil lahan hingga 1,5 juta hektare tanpa kejelasan,” tegasnya.
Sahat menyebut, selama ini industri sawit nasional ibarat “kembali ke titik nol”. Banyak perusahaan dinilai melampaui izin yang diberikan, menyebabkan kekacauan dalam pengelolaan lahan. “Banyak yang dapat izin 10 hektare, tapi ngambil 12 hektare. Ini yang harus dibereskan,” katanya.
Ia menekankan, pembenahan legalitas dan tata kelola lahan menjadi kunci untuk meningkatkan potensi ekonomi sawit nasional. Dengan luas lahan sekitar 16,38 juta hektare, sektor ini berpotensi menghasilkan pendapatan hingga USD 61,7 miliar atau sekitar Rp 998 triliun.
Sahat optimistis, jika koperasi dan UKM sawit diberdayakan serta Agrinas berperan aktif, produksi sawit nasional bisa mencapai 98 juta ton pada 2029. Dalam kesempatan itu, Sahat juga mengajak media berperan lebih konstruktif dalam memberitakan sektor sawit.
“Kita sering mencela tanpa solusi. Media jangan hanya kejar rating, tapi bantu berikan jalan keluar,” ujarnya.
Lebih lanjut, Sahat menilai peran Kementerian ATR/BPN sangat penting dalam penyelesaian Hak Guna Usaha (HGU) dan legalitas lahan. Ia menegaskan, lahan sawit yang tidak tersertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) atau MSPO (Malaysian Sustainable Palm Oil) tidak akan diterima pasar internasional.
“Kalau tidak tersertifikasi, kita tidak akan diterima publik market. Jadi Agrinas harus bantu bereskan legalitasnya,” tegasnya. Ia juga menolak istilah “keterlanjuran” dalam pengelolaan lahan sawit.
“Tolong jangan ulangi kata-kata jorok seperti ‘keterlanjuran’. Itu stupid statement,” pungkas Sahat.
Workshop ini turut didukung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), GAPKI, Asian Agri, dan Sinarmas.


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *