KONSULTASI
Logo

DPW APKASINDO Lampung: PKS Tanpa Kebun Mendongkrak Ekonomi Petani

4 November 2025
AuthorIbnu
EditorIbnu
DPW APKASINDO Lampung: PKS Tanpa Kebun Mendongkrak Ekonomi Petani
HOT NEWS

sawitsetara.co - JAKARTA – Suka tidak suka harus diakui bahwa pabrik kelapa sawit (PKS) tanpa kebun memberikan manfaat yang yang cukup bagi petani. Sebab PKS tanpa kebun memberikan harga pembelian tandan buah segar (TBS) yang cukup tinggi bagi petani. Artinya dengan harga yang tinggi maka ekonomi petani dapat terarngkat.

Hal tersebut diungkapkan oleh Abdul Simanjuntak, Ketua Dewan Perwakilan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPW APKASINDO) Lampung kepada sawitsetara.co, Senin (4/11/2025).

Tidak hanya itu, lanjut Abdul, PKS tanpa kebun juga memberikan pelayanan yang lebih tinggi. Contoh, PKS tanpa kebun biasanya datang langsung ke kebun-kebun milik petani dan bisa memberikan uang terlebih dahulu sebagai tanda jadi, sidanya nanti sestelah hasil timbangan.

Hal tersebut berbeda dengan PKS milik Perusahaan plat merah yang ada di Lampung. Biasanya PKS plat merah tersebut membayar TBS milik petani tidak cash (dibayaar setelah ditimbang). Sedangkan petani membutuhkan uang untuk perputaran ekonomi keluarganya.


Sawit Setara Default Ad Banner

“Jadi mengapa petani lebih memilh menjual TBS ke PKS tanpa kebun karena beberapa PKS tanpa kebun ada yang melayani jemputan untuk menjual TBS-nya, juga dibayar cash bukan secara tempo” jelas Abdul petani sawit yang sudah melakukan bididaya sawit selama puluhan tahun.

Meski begitu, Abdul menyambut baik adanya program hilirisasi sawit yang dilakukan oleh pemerintah sepanjang hal tersebut memeberikan dampak kepad petani. Jika memang dengan hilirisasi bisa mendongkrak harga TBS di tingkat petani, maka petani senantiasa akan mendukungkanya.

“Kita akan mendukung hilirisasi sawit jika memang program tersebut memberikan dampak prositif bagi kita sebagai petani,” jelas Abdul.

Lalu unntuk program peremajaan sawit rakyat (PSR), Abdul menyarankan jangan dipersulit. Sebab jika perautrannya sulit maka bukan mumgkin akan sedikit yang ikut program tersebut. Contohnya, salah satu syarat untuk ikut program PSR adalah serttifikasi lahan harus sesuai dengan pemilik lahan. Namun masalahnya saat ini lahan yang ada di masyarakat tidak sedikit milik kedua orang tuanya. Artinya lahan yang dikelola tidak sedikit bukan atas namanya tapi atas nama kedua orang tuanya.


Sawit Setara Default Ad Banner

“Seperti di daerah saya rata-rata lahan yang dikelola adalah lahan milik orang tuanya (generasi kedua atau bukan miliknya). Jadi saat mengajukan program PSR tidak bisa. Jadi peraturan itu sendiri yang menghambat berjalannya program PSR,” ungkap Abdul.

Selain itu, Abdul berharap adanya badan atau kementerian yang khusus menangani sawit seperti di Malaysia. Seperti diketahui saat ini ada sekitar 37 Kementerian atau Badan yang mengurusi masalah sawit. Hal ttersebut berbeda dengan di Malaysia hanya satu badan yang mengurusi sawit yakni Malaysian Palm Oil Board (MPOB). Lembaga tersebut mengurusi sawit dari hulu hingga hilir termasuk perkebunan sawit milik petani.

“Bahkan disana petani sawit dipermudah untuk mendapatkan pupuk subsidi. Sedangkan kita di Indonesia tidak mendapatkan pupuk subsidi. Hal tersebut sangat memberatkan kita sebegai petani sawit,” papar Abdul. Sehingga dalam hal ini Abdul berharap adanya badan khusus untuk menangani sawit.



Berita Sebelumnya
Konsumsi Sawit Bersertifikat RSPO Jadi Tonggak Indonesia Menuju Berkelanjutan

Konsumsi Sawit Bersertifikat RSPO Jadi Tonggak Indonesia Menuju Berkelanjutan

Indonesia kini memasuki babak baru dalam perjalanan konsumsi produk sawit berkelanjutan. Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL), setelah berhasil menciptakan formula palm-based batik wax, resmi meraih Sertifikasi RSPO Supply Chain Certification (SCC).

| Berita

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *