
sawitsetara.co – JAKARTA – Isu deforestasi dan peran kelapa sawit kembali menjadi sorotan seiring terjadinya banjir bah di sejumlah wilayah di Sumatera. Bencana alam ini dikaitkan dengan beralihnya fungsi hutan di Sumatera menjadi perkebunan sawit, tambang hingga dibabat oleh pembalak liar.
Namun, Prof. Sudarsono Soedomo, guru besar bidang Ekonomi Kehutanan dan Lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menekankan bahwa kelapa sawit bukanlah penyebab utama hilangnya hutan, melainkan ada faktor lain yang lebih kompleks.
“Kelapa sawit tidak pernah menebangi hutan. Ia tidak berpindah, tidak berinisiatif menebang, dan tidak pernah meminta lahan baru,” kata Prof. Sudarsono dalam tulisannya bertajuk ‘Sawit Bukan Musuh Hutan’ di Majalah Sawit Indonesia, Senin (1/12/2025). sawitsetara.co telah diizinkan Prof. Sudarsono mengutip tulisannya.
Menurutnya, keputusan untuk menebang hutan ada di tangan manusia, termasuk investor, petani, pemilik modal, dan pemilik lahan yang menilai bahwa menanam sawit lebih menguntungkan. Ia menekankan bahwa deforestasi terjadi karena pilihan manusia, bukan karena sifat kelapa sawit itu sendiri.
“Jika bukan sawit, manusia tetap dapat menebang hutan untuk menanam apa saja: kopi, karet, cokelat, sengon, eukaliptus, bahkan untuk membangun perumahan, tambang, dan jalan,” jelasnya.
Menyalahkan sawit, menurut Prof. Sudarsono, menutup akar masalah yang sebenarnya, yaitu keputusan ekonomi dan tata kelola lahan.
Pihaknya juga mengingatkan bahwa deforestasi bukanlah fenomena yang hanya terjadi di Indonesia. Negara-negara seperti Australia, Amerika Utara, dan Eropa juga mengalami deforestasi untuk berbagai kepentingan.
“Ini menunjukkan satu hal: deforestasi terjadi karena tekanan ekonomi dan tata ruang yang tidak seimbang, bukan karena jenis tanamannya,” ujarnya.
Inti dari persoalan, menurut dia, adalah nilai ekonomi hutan yang rendah dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Selama kayu dihargai rendah, jasa lingkungan tidak dihitung, dan karbon tidak dianggap aset, hutan akan selalu kalah bersaing dengan komoditas yang menghasilkan uang cepat.
Prof. Sudarsono juga menekankan pentingnya solusi yang berfokus pada peningkatan nilai ekonomi hutan. “Solusi yang perlu kita bangun bukan memusuhi sawit, tetapi menaikkan nilai ekonomi hutan itu sendiri, agar hutan menjadi pilihan yang layak dan menguntungkan untuk dipertahankan,” katanya.
Dengan meningkatkan nilai ekonomi hutan, hutan akan memiliki daya saing yang lebih baik dibandingkan komoditas lain.
Prof. Sudarsono Soedomo menyimpulkan bahwa menyalahkan kelapa sawit hanya mengalihkan perhatian dari pertanyaan yang lebih penting: Mengapa ekonomi kita membuat hutan selalu kalah?
“Jika kita berani menjawab pertanyaan itu, masa depan hutan Indonesia akan jauh lebih jelas—dan lebih jujur,” pungkasnya.
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *