sawitsetara.co - Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) kembali unjuk gigi di pasar global. Komoditas andalan Indonesia ini melonjak tajam hingga menembus level RM 4.546 per ton pada penutupan perdagangan Rabu (8/10/2025) di Bursa Malaysia Derivatives Exchange. Kenaikan 1,7% ini menjadi yang tertinggi dalam hampir dua bulan terakhir, tepatnya sejak 18 Agustus lalu.
Lonjakan harga ini tak lepas dari stagnasi produksi di dua raksasa produsen dunia, Indonesia dan Malaysia, sementara permintaan terus menanjak.
“Harga CPO tinggi karena kedua produsen besar dunia yaitu Indonesia dan Malaysia produksinya stagnan, sedangkan permintaan terus meningkat,” ujar Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono, dikutip dari Bloomberg Technoz, Selasa (14/10/2025).
Tak berhenti di situ, potensi kenaikan harga CPO diperkirakan akan berlanjut seiring dengan rencana pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan campuran biodiesel 50% (B50).
Menurut Eddy, jika kebijakan itu benar-benar dijalankan, ekspor CPO Indonesia akan berkurang drastis karena sebagian besar produksi akan diserap untuk kebutuhan dalam negeri.
“Kalau kondisi sekarang diterapkan, ekspor akan berkurang dan itu otomatis akan menaikkan harga minyak sawit dunia,” jelasnya.
Kenaikan harga CPO ini sejatinya sudah terasa sejak awal Oktober. Dalam sepekan terakhir, harga CPO melonjak 3,55% secara point-to-point, sementara dalam sebulan naik 1,45%. Secara tahunan, harga CPO masih menguat 2,3% (year-to-date).
Sentimen positif kian menguat setelah kabar dari Indonesia mengenai kesiapan pemerintah menjalankan program biodiesel B50 pada tahun depan. Program ini akan mencampurkan 50% minyak nabati ke bahan bakar minyak, yang berpotensi menekan pasokan CPO ke pasar ekspor.
Sebagai produsen dan eksportir CPO terbesar di dunia, langkah Indonesia ini akan mengurangi suplai global secara signifikan—dan pasar tentu merespons dengan kenaikan harga.
Trader komoditas global Dorab Mistry bahkan menilai, jika B50 benar-benar diterapkan, harga CPO bisa menembus RM 5.000 per ton.
“Jika Indonesia menjalankan B50, maka akan terjadi kelangkaan di pasar dunia dan harga akan meroket,” ujarnya.
Dengan tren harga yang terus menanjak dan kebijakan energi hijau yang makin dekat ke realisasi, pelaku pasar kini bersiap menghadapi fase baru “supercycle” sawit, di mana permintaan tinggi dan pasokan terbatas akan menjadi penggerak utama harga global.
Tags:
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *