
sawitsetara.co – PEKANBARU – Kebijakan B50, yang berfokus pada pemanfaatan nilai tambah dalam negeri, diperkirakan akan mengurangi ketersediaan CPO di pasar global dan berpotensi menaikkan harga. Beberapa pihak khawatir kelapa sawit dari Indonesia akan kehilangan pamor lantaran kemungkinan konsumen mencari minyak nabati alternatif.
Namun, Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Dr. Defris Hatmaja, SP, M.Si menyatakan bahwa Indonesia tidak perlu khawatir terhadap potensi penurunan minat terhadap minyak sawit (CPO) di pasar dunia meskipun harga diperkirakan akan meningkat akibat kebijakan B50 di dalam negeri.
Menurut Defris, justru mandatory B50 ini akan berdampak terhadap stok CPO di pasar global yang akan memicu kenaikan harga CPO dunia karena Indonesia adalah negara pengeksport terbesar. Yang harus diantisipasi, kata dia, perlu adanya kebijakan pemerintah untuk mengantisipasi dampaknya terhadap harga minyak goreng dalam negeri.

“Karena tingginya harga CPO dunia, hal ini pernah terjadi pada April 2022 yang lalu di mana harga minyak goreng di Tanah Air ikut melonjak,” katanya.
“Ketika ada kebijakan B50 yang memang nanti lebih menekankan kepada kemanfaatan nilai tambah dalam negeri, ya dampaknya tentu nanti secara logikanya nilai ekspor kita akan berkurang,” ujar Defris saat dijumpai sawitsetara.co di ruang kerjanya, Kamis (30/10/2025).
Defris menjelaskan meskipun nilai ekspor berkurang, ia optimis bahwa permintaan terhadap CPO Indonesia akan tetap tinggi. Apalagi posisi sawit memenuhi kebutuhan minyak nabati dunia sulit tergantikan oleh komiditas alternatif seperti minyak biji bunga matahari, kedelai, dan lainnya.

“Karena sampai hari ini minyak sawit mampu mengasilkan lebih dari 200 produk turunan yang sangat dibutuhkan oleh berbagai macam industri di belahan dunia,” tambahnya.
Ia menganggap bahwa kekhawatiran akan tergantikannya sawit oleh minyak nabati alternatif lain hanyalah bagian dari kampanye dari negara-negara tertentu, terutama di Eropa. “Kalau saya pribadi tidak, tidak ada kekhawatiran. Sebetulnya ini kan black campaign saja. Black campaign dari negara-negara lain apalagi di Eropa yang mengatakan bahwa sawit ini begini, sawit ini begitu,” tegas Defris.
Ia menyoroti tren ekspor CPO Indonesia yang terus meningkat dari tahun ke tahun sebagai bukti kuatnya permintaan global. Defris juga menekankan pentingnya kebijakan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai upaya untuk menepis isu negatif terhadap sawit dan menunjukkan bahwa sawit Indonesia itu berkelanjutan.

“Pemerintah telah menyikapi ini dengan baik melalui kebijakan yaitu kebijakan ISPO, (Indonesia Sustainable Palm Oil). Bagaimana pun juga kita harus menyeimbangkan ini, ini yang harus kita dukung implementasinya secara masif di dalam negeri” tambahnya.
Defris juga menyinggung pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyebutkan bahwa negara-negara sahabat selalu meminta CPO Indonesia saat kunjungan kenegaraan. Hal ini semakin menguatkan keyakinan bahwa sawit Indonesia tetap menjadi komoditas strategis di pasar dunia.
Dengan demikian, meskipun kebijakan B50 berpotensi menaikkan harga CPO, Indonesia tetap optimis bahwa permintaan akan tetap tinggi dan terus berupaya menjaga citra positif sawit di mata dunia, dan perlu adanya kebijakan yang menjamin stabilitas harga produk turunan di dalam negeri yang dapat melindungi masyarakat kita.



Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *