KONSULTASI
Logo

IPOSS: Banjir di Sumatera Bukan karena Sawit

11 Desember 2025
AuthorIbnu
EditorIbnu
IPOSS: Banjir di Sumatera Bukan karena Sawit
HOT NEWS

sawitsetara.co – JAKARTA – Dewan Pengawas Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS), Sofyan Djalil menegaskan bahwa bencana banjir di Sumatera bukan karena komoditas kelapa sawit. Sebab, hal tersebut tidak sesuai dengan kondisi teknis di lapangan.

“Sekarang misalnya kita lihat ada banjir di Sumatra itu disalahkan sawit. Padahal, perlu diketahui sawit tidak pernah tumbuh di daerah ketinggian,” jelas Sofyan.

Sofyan juga menjelaskan bahwa sawit hanya dapat tumbuh di wilayah datar (flat) dengan ketinggian maksimal sekitar 400 meter di bawah permukaan laut.

Karena itu, s area-area yang mengalami longsor seperti di Aceh dan beberapa wilayah lain umumnya berada di daerah perbukitan dan justru dipenuhi kayu-kayu terbawa arus, bukan tanaman sawit.

“Yang longsor dan lain-lain itu sebenarnya terbawa kali ya di Aceh di mana-mana itu adalah kayu-kayu, tidak ada pohon sawit. Tapi, sekarang sawit salah satu kesempatan untuk disalahkan,” kata Sofyan.


Sawit Setara Default Ad Banner

Sofyan menambahkan, persepsi keliru yang telanjur berkembang luas membuat informasi yang tidak tepat lebih cepat dipercaya publik. Karena itu, menurut Sofyan, menjadi tugas IPOSS untuk terus meluruskan berbagai kekeliruan terkait industri sawit. “Teman-teman sekalian dari media, mari kita kampanyekan bahwa sawit ini adalah apa namanya, kalau saya suka mengatakan, angsa yang bertelur emas,” ujar Sofyan.

Sebelumnya, Kepala Pusat Studi Sawit Prof. Budi Mulyanto mengungkapkan janganlah tergesa-gesa dalam mengambil keputusan penyebab banjir di wolayah Sumatera, terlebih menghubung-hungkannya dengan komoditas yang ada di Sumatera seperti kelapa sawit.

“Saya tidak sependapat dengan adanya tudingan bahwa pembukaan hutan untuk kebun sawit sebagai pemicu terjadinya banjir bandang dan tanah longsor di Sumatera,” ujar Prof. Budi.

Akan tetapi harus diakui bahwa intensitas hujan yang sangat deras bisa menjadi penyebab utama terjadinya bencana (banjir).

Intensitas hujan yang turun pada akhir November lalu mencapai tingkat yang sangat ekstrem, bahkan setara dengan akumulasi hujan selama satu setengah bulan yang turun hanya dalam satu hari. Akibatnya, kondisi tanah yang tidak sanggup menampung volume air yang begitu besar dalam waktu singkat menjadi pemicu utama bencana hidrometeorologi masif di wilayah tersebut.



Berita Sebelumnya
GAPKI Soroti Lambatnya PSR dan Dampak Kebijakan B50 terhadap Ekspor maupun Harga Minyak Goreng

GAPKI Soroti Lambatnya PSR dan Dampak Kebijakan B50 terhadap Ekspor maupun Harga Minyak Goreng

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono menyampaikan pandangannya terkait sejumlah isu krusial dalam industri kelapa sawit. Mulai dari lambatnya peremajaan sawit rakyat (PSR) hingga potensi dampak kebijakan B50 terhadap ekspor dan harga minyak goreng dalam negeri.

| Berita

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *