sawitsetara.co - JAKARTA – Pemerinrah terus mendorong sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), diantaranya dengan terbitnya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) 33/2025. Permen tersebut merupakan turunan dari Preturan Presiden (Perpres) 16/2025.
Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Provinsi Papua Selatan, Makarius Meki Tama menyambut niat baik pemerintah dalam mendorong sertifikasi ISPO. Namun permasalahan sertifikasi ISPO di Papua Selatan yakni terletak pada legalitas lahan.
Seperti diketahui tanah di Papua Selatan ini sebagian besar adalah lahan komunal atau lahan adat. Tanah komunal adalah tanah yang dikuasai dan/atau dimiliki secara bersama oleh suatu kelompok masyarakat, seperti masyarakat hukum adat, dan tidak dimiliki oleh individu atau perusahaan. Hak ini bersifat turun-temurun dan sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat adat tersebut.
“Jadi kalau mau sertifikasi ISPO segera selesaikan dahulu masalah lahan, dan itu yang mengurusi adalah Kementerian ATR/BPN (Kementerian Agraia dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional),” ungkap Makarius kepada sawitsetara.co, Senin (1/12/2025).
Tidak hanya itu, lanjut Makarius, di Papua Selatan juga masih ada tumpeng tindih lahan dimana perusahaan mengakuisisi lahan masyarakat. “Maka jika ingi mendorong ISPO harus membenahi masalah lahan terlebih dahulu,” tegas Makarius.
Selain itu, menurut Makarius terkadang perusahaan membeli tandan buah segar (TBS) dibawah harga yang telah ditetapkan oleh Dinas Perkebunan. “Maka terkadang saya menyuarakan agar perusahaan mau mengikuti harga yang telah ditetapkan, bukan menetapkan harga sendiri sesuai keinginan perusahaan,” jelas Marius.
Lalu terkait dengan hilirisasi, Makarius menyambut baik dengan catatan masyarakat lokal atau setempat dilibatkan untuk hilirisasi tidak hanya sebagai penyuplai bahan baku, minimal masyarakat lokal bisa bekerja di pabrik tersebut.
“Kita mendukung hilirisasi tapi dengan catatan masyarakat setempat atau masyarakat lokal bisa dilibatkan,” usul Makarius.
Selain itu, Makarius berharap hilirisasi dapat meningkatkan harga tandan buah segar (TBS) milik petani, jangan sampai hilirisasi justru menekan harga TBS petani.
Sekedar catatan, luas tanaman sawit di Papua Selatan pada tahun 2024 masih dalam proses pengembangan, dengan data spesifik total luas yang belum lengkap. Namun, ada data yang menunjukkan bahwa lahan sawit berbasis masyarakat seluas 1.000 hektar sedang dibangun di Merauke, dengan target total 5.657 hektar, seperti dilaporkan oleh Kompas.com. Secara keseluruhan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total luas tanaman perkebunan di Papua Selatan pada tahun 2024 adalah 97,77 ribu hektar, tetapi tidak merinci secara spesifik hanya untuk sawit, seperti yang terlihat pada tabel BPS.
Tags:
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *