KONSULTASI
Logo

Jika Pemerintah Tak Lekas Bertindak, Kinerja Ekspor CPO Diprediksi Terus Tertekan hingga Akhir 2025

8 Oktober 2025
AuthorHendrik Khoirul
EditorDwi Fatimah
Jika Pemerintah Tak Lekas Bertindak, Kinerja Ekspor CPO Diprediksi Terus Tertekan hingga Akhir 2025

sawitsetara.co - JAKARTA - Industri minyak sawit Indonesia menghadapi tantangan serius. Menurut Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), kinerja ekspor diperkirakan akan terus tertekan hingga akhir 2025 jika pemerintah tidak segera bertindak.

“Indonesia perlu menurunkan harga jual CPO di pasar global agar lebih kompetitif, dan sementara waktu mempertimbangkan penurunan bea keluar (BK) untuk produk sawit ekspor,” ujar Sahat pada Selasa (7/10/2025), dikutip Kontan.id.

Strategi Bertahan di Tengah Harga Global yang Tidak Lazim

Sahat menjelaskan bahwa penurunan harga jual dan bea ekspor adalah kunci untuk menjaga daya saing industri sawit. Ia menyoroti situasi yang tidak biasa di pasar global, di mana harga CPO lebih mahal dibandingkan soyoil. Saat ini, harga CPO di Rotterdam sekitar US$ 1.345 per ton, sementara soyoil US$ 1.043 per ton.

Lomba Cipta Mars  HUT Apkasindo

“Ini situasi yang tidak biasa, karena biasanya harga CPO justru lebih rendah sekitar US$ 50–US$120 per ton dibandingkan soybean oil,” jelasnya.

Selain itu, Sahat menyarankan agar pemerintah mengurangi penggunaan biodiesel domestik dari B40 menjadi B20. Hal ini didasarkan pada penurunan harga bahan bakar fosil ke level US$ 62/barrel.

“Jadi lebih baik mendapat devisa tambahan yang tinggi dari sawit, CPO dan turunannya, karena lebih kompetitif juga di pasar global,” katanya.

Sebelumnya, penurunan impor minyak sawit India pada September 2025, yang mencapai level terendah sejak Mei 2025, menjadi sinyal peringatan. Mengutip The Hindu Business Line, impor turun 15,9% secara bulanan menjadi 833.000 ton metrik.


GIMNI mengidentifikasi penurunan permintaan minyak sawit dari India sebagai akibat dari perbedaan kebijakan perdagangan antara kedua negara. India menerapkan bea masuk yang rendah untuk CPO, tetapi lebih tinggi untuk produk turunannya. Sahat mengatakan situasi ini mendorong India untuk lebih banyak mengimpor CPO sebagai bahan baku dari negara lain.

“Dengan situasi ini, India cenderung lebih banyak mengimpor CPO sebagai bahan baku dari negara lain agar industri pengolahannya tetap berjalan,” kata Sahat.

Kondisi ini berdampak pada kinerja ekspor produk hilir sawit Indonesia, yang kehilangan sebagian pangsa pasar di India. Namun, Sahat menilai dampaknya belum signifikan karena keterbatasan produksi dari negara produsen CPO lainnya. India, dengan populasi besar, tetap membutuhkan pasokan minyak nabati dalam volume besar.

“Jadi ada juga mereka Impor produk hilir sawit Indonesia,” tutur Sahat.


Berita Sebelumnya
Sawit Ciptakan Pertumbuhan Ekonomi Di Pedesaan

Sawit Ciptakan Pertumbuhan Ekonomi Di Pedesaan

Industri sawit berhasil menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di wilayah pedesaan.

7 Oktober 2025 | Berita

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *