
sawitsetara.co – PADANG – Inovasi di sektor ekonomi kreatif terus bermunculan dari tangan generasi muda daerah.
Di Kota Padang, Sumatra Barat, seorang pengrajin batik berusia 23 tahun berhasil menemukan terobosan dalam proses produksi batik tulis dengan memanfaatkan malam berbasis sawit. Terobosan ini tidak hanya menekan biaya produksi, tetapi juga meningkatkan kualitas hasil batik yang dihasilkan.
Adalah Sekar Hanum Pramesty, pengrajin Batik Shanumesty, yang kini mulai diperbincangkan di kalangan pelaku usaha batik lokal. Di usia yang relatif muda, Hanum memilih menekuni dunia batik tulis dan berupaya menghadirkan pendekatan baru dalam mempertahankan sekaligus mengembangkan warisan budaya membatik di Indonesia.
Hanum mengungkapkan, sejak mulai membatik pada 2023, ia menggunakan malam atau lilin batik konvensional. Namun, proses tersebut membutuhkan biaya tambahan karena perlunya campuran bahan lain untuk melepaskan malam dari kain setelah proses pewarnaan selesai.
“Saya mulai membatik itu sejak tahun 2023, selama ini pakai malam atau dikenal umum lilin, ya lilin yang biasa. Ketika itu, saya membutuhkan biaya yang lebih, karena dengan menjalankan batik tulis menggunakan lilin biasa itu, harus ada campuran lain lagi untuk melepaskan malam nya. Jadi, dari segi biaya produksi, agak butuh dana juga,” katanya setelah lokakarya batik gelaran Apical di Padang, awal Desember 2025, dikutip Bisnis.com.
Kondisi tersebut mendorong Hanum untuk mencari alternatif agar proses produksi menjadi lebih efisien. Ia kemudian menemukan solusi melalui penggunaan malam sawit yang diperolehnya dari Apical Group melalui PT Padang Raya Cakrawala di Teluk Bayur.
“Semenjak dapat malam sawit ini yang diperkirakan pada Oktober 2025 akhir lalu, saat melepaskan malamnya itu, tidak perlu ada campuran yang lainnya. Tinggal rendam saja, lilinnya itu terlepas dengan baik, dan kualitas batik tulis saya jadi semakin bagus kualitasnya,” ujar Hanum.
Penggunaan malam sawit tersebut, menurut Hanum, berdampak langsung pada peningkatan produktivitas dan kualitas batik yang dikerjakannya di rumah produksi di kawasan Lubuk Begalung, Padang. Ia juga menyebut pengalamannya bekerja di rumah batik di Solok menjadi bekal penting dalam mengembangkan batik khas Minangkabau dengan sentuhan lokal.
“Jadi saya terinspirasi oleh pengalaman saya bekerja di rumah batik di Solok, dan ingin mengembangkan batik khas Minangkabau dengan sentuhan lokal. Penggunaan batik malam sawit ini membantu proses pembuatan batik yang lebih efisien dan ramah lingkungan,” kata dia.
Batik Shanumesty sendiri dikenal melalui motif-motif khas Minangkabau yang sarat filosofi. Salah satu motif andalannya adalah motif Kota Tua, yang menggambarkan kawasan heritage Kota Padang seperti Pelabuhan di bawah Jembatan Siti Nurbaya hingga bangunan lama Bank Indonesia. Rumah batik ini juga telah berpartisipasi dalam ajang Pemuda Pelopor 2024 sebagai bagian dari komitmen pelestarian budaya dan keberlanjutan.
Dari sisi industri, Head of Corporate Communications Apical Group Prama Yudha Amdan menjelaskan bahwa malam sawit merupakan inovasi lilin batik ramah lingkungan yang berasal dari turunan minyak kelapa sawit. Produk ini dikembangkan sebagai pengganti lilin parafin berbasis minyak bumi yang selama ini umum digunakan dalam proses membatik.
“Batik dari Batik Shanumesty ini menggunakan HPS (hydrogenated palm stearin), produk turunan kelapa sawit yang dibantu Apical, sebagai bahan baku malam batik. HPS ini menjadi alternatif ramah lingkungan untuk lilin parafin berbasis minyak bumi yang biasanya digunakan dalam pembuatan batik,” jelasnya.
Yudha menambahkan, penggunaan HPS memberikan manfaat efisiensi energi yang signifikan. Dengan titik leleh yang lebih rendah, HPS mampu mengurangi konsumsi energi hingga 50 persen, sehingga proses produksi batik menjadi lebih hemat energi dan mendukung praktik keberlanjutan.
Selain itu, HPS juga dinilai mampu meningkatkan tekstur kain dan ketajaman warna, sehingga memudahkan pembatik menciptakan desain yang lebih hidup dan detail. Sebelumnya, malam batik berbasis HPS telah digunakan oleh komunitas pembatik di Laweyan, Solo, yang bekerja sama dengan Apical sejak 2021.
Saat ini, sekitar 40 pengusaha batik di Laweyan telah beralih menggunakan malam batik berbasis sawit yang diproduksi sesuai standar keberlanjutan RSPO (roundtable on sustainable palm oil). “Melalui kerjasama ini, kami berharap dapat memperkenalkan malam batik berbasis sawit kepada lebih banyak pembatik di berbagai daerah, termasuk Padang,” kata dia.
Sementara itu, Pimpinan PT Padang Raya Cakrawala Dodi Saputra menyebut kolaborasi dengan Batik Shanumesty diharapkan menjadi pintu awal transformasi bagi perajin batik di Padang menuju penggunaan produk yang lebih berkelanjutan.
“Selain memberikan kontribusi terhadap pelestarian budaya batik, penggunaan HPS juga mendukung pengembangan ekonomi lokal dan praktik berkelanjutan,” katanya.
Melalui kerja sama dengan komunitas batik di berbagai daerah seperti Laweyan dan Padang, Apical menegaskan komitmennya untuk terus mendukung UMKM agar mampu bertransformasi menuju praktik bisnis yang ramah lingkungan, berkelanjutan, sekaligus tetap menjaga warisan budaya Indonesia.
Tags:


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *