KONSULTASI
Logo

Ketum GAPKI Minta Pemerintah Tertibkan Pabrik Sawit Komersil, Ketum APKASINDO Katakan Seperti Ini

24 Oktober 2025
AuthorDwi Fatimah
EditorDwi Fatimah
Ketum GAPKI Minta Pemerintah Tertibkan Pabrik Sawit Komersil, Ketum APKASINDO Katakan Seperti Ini
HOT NEWS

sawitsetara.co - JAKARTA - Pernyataan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, yang menyoroti semakin maraknya keberadaan pabrik kelapa sawit (PKS) tanpa kebun inti atau PKS Komersil, mendapat banyak tanggapan dari kalangan petani sawit, terutama petani swadaya.

Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Dr. Gulat ME Manurung, C.IMA, menyatakan pihaknya sepakat dengan pandangan GAPKI bahwa keberadaan PKS Komersil tidak perlu dipermasalahkan selama beroperasi sesuai aturan.

“Kita dukung pernyataan Ketum GAPKI. Saya pikir memang benar, tidak ada masalah dengan keberadaan PKS Komersil. Jangan kita, para pemangku kepentingan sawit, justru mencari-cari masalah,” ujar Gulat dalam Rapat Kerja Wilayah APKASINDO Provinsi Aceh di Lhokseumawe pada Kamis, (23/10/2025).


apkasindo

Menurutnya, PKS Komersil adalah kebutuhan utama petani sawit swadaya, sementara PKS inti-plasma atau konvensional merupakan bagian dari sistem kemitraan petani dengan perusahaan. Ia menegaskan bahwa keberadaan PKS Komersil telah diatur secara jelas oleh Kementerian Perindustrian, sehingga tidak mungkin berdiri tanpa dasar hukum.

“Dari 6,87 juta hektare kebun sawit yang dikelola petani, hanya 6,8 persen yang bermitra, sedangkan 93,2 persen lainnya adalah petani swadaya. Jadi, 100 persen petani swadaya sangat bergantung pada PKS Komersil. Kalau PKS Komersil ditutup, dampaknya akan sangat kompleks,” paparnya.

Gulat mengutip hasil kajian tahun 2024 yang dilakukan oleh Ombudsman RI, Kejaksaan Agung (Direktorat Tindak Pidana Ekonomi), PASPI, LPM Universitas Riau, dan IPB University, yang menyimpulkan bahwa keberadaan PKS Komersil tidak menimbulkan masalah.


apkasindo

“PKS Komersil dan PKS Konvensional punya pemasok berbeda. PKS Komersil menerima TBS dari petani swadaya, sedangkan PKS Konvensional dari plasma atau mitra mereka,” jelasnya.

Ia juga mendukung pernyataan Ketum GAPKI bahwa PKS Komersil wajib memiliki pasokan dari petani mitra swadaya. Bahkan, Gulat menilai PKS Komersil berperan penting sebagai penyeimbang harga TBS di tengah pasar yang sebelumnya dikuasai PKS Konvensional.

“Petani yang bermitra seharusnya berterima kasih kepada PKS Komersil karena kehadirannya membuat harga TBS lebih kompetitif. Era monopoli PKS Konvensional sudah berakhir, sekarang persaingan sehat akan melahirkan yang terbaik,” ujarnya.

Lebih lanjut, Gulat menyoroti bahwa banyak kemitraan antara petani dan perusahaan tidak berlanjut di daur kedua. “Hanya sekitar 15–25 persen petani yang melanjutkan kemitraan. Ini yang seharusnya dikaji lebih dalam, mengapa banyak yang berhenti?” katanya.

Ia juga menilai petani swadaya kini sudah cerdas dalam berbisnis, sehingga tidak perlu dibatasi dalam menjual hasil panennya, baik dalam bentuk TBS maupun brondolan.

“Petani swadaya sudah pandai berhitung. Yang lebih penting saat ini adalah penyederhanaan tata kelola sawit,” tegas Gulat.

Sebagai solusi jangka panjang, Gulat mengusulkan pembentukan Badan Otoritas Sawit Indonesia (BoSI) di bawah langsung Presiden. Badan ini akan menyatukan fungsi 38 kementerian/lembaga yang saat ini terlibat dalam pengelolaan sawit.

apkasindo

“Dengan satu otoritas, data nasional soal luas kebun, produksi, serapan domestik, dan ekspor bisa lebih akurat. Negara selama ini dirugikan karena data sawit tumpang tindih dari berbagai sumber,” jelasnya.

sebelumnya Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono, menegaskan bahwa PKS Komersil ini perlu segera ditata oleh pemerintah agar tidak mengganggu ekosistem kemitraan yang telah terjalin antara perusahaan dan petani sawit.

“Kami tidak menolak pabrik sawit tanpa kebun. Namun pendiriannya harus diatur dengan jelas supaya tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan yang sudah bermitra dengan petani,” ujar Eddy.

Menurut Eddy, keberadaan PKS tanpa kebun sebenarnya bisa membantu penyerapan hasil panen petani swadaya jika dikelola dengan benar. Namun, jika dibiarkan menjamur tanpa pengawasan, justru dapat menimbulkan persaingan tidak sehat.

Untuk itu, GAPKI mendesak pemerintah agar melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin pendirian PKS tanpa kebun. Menurut Eddy, sebelum izin baru diberikan, harus dipastikan terlebih dahulu apakah daerah tersebut benar-benar membutuhkan tambahan pabrik.

“Kalau kapasitas pabrik yang ada sudah cukup dan sudah ada kemitraan yang berjalan, sebaiknya izin baru tidak dikeluarkan. Ini untuk melindungi keseimbangan industri sawit dan hubungan baik antara perusahaan dengan petani,” tegasnya.

Dengan penataan yang tepat, GAPKI berharap keberadaan PKS tanpa kebun bisa tetap berkontribusi positif terhadap industri sawit nasional tanpa merugikan pihak lain maupun membuka celah penyimpangan ekspor.


Tags:

GAPKIAPKASINDOPKS

Berita Sebelumnya
Oktober 2025, Harga  Referensi CPO Menguat

Oktober 2025, Harga Referensi CPO Menguat

Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan (BLU BPDP), atau biasa dikenal sebagai Pungutan Ekspor (PE), untuk periode Oktober 2025 adalah sebesar USD963,61/MT. Nilai ini meningkat sebesar USD8,89 atau 0,93 persen dari HR CPO periode September 2025 yang tercatat sebesar USD954,71/MT.

| Berita

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *