KONSULTASI
Logo

Lulusan FIB Unair Raih Juara Dunia Best Paper: Ubah Limbah Sawit Jadi Bahan Bakar Pesawat Ramah Lingkungan

29 Oktober 2025
AuthorDwi Fatimah
EditorDwi Fatimah
Lulusan FIB Unair Raih Juara Dunia Best Paper: Ubah Limbah Sawit Jadi Bahan Bakar Pesawat Ramah Lingkungan

sawitsetara.co - SURABAYA - Nama Universitas Airlangga kembali berkibar di kancah internasional. Aidatul Fitriyah, alumni Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair), sukses menorehkan prestasi gemilang dengan meraih Juara Pertama Best Paper dalam International Journal of Oil Palm (IJOP) Paper Competition 2025.

Kompetisi bergengsi yang digelar oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) bekerja sama dengan Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI) ini berlangsung secara hibrida di Institut Pertanian Bogor (IPB), diikuti lebih dari 115 peserta dari berbagai negara, termasuk Indonesia, Sri Lanka, dan kawasan Afrika Timur. Dari seluruh peserta, hanya sembilan makalah terbaik yang berhak tampil di forum konferensi internasional dan di antara mereka, riset Afriya keluar sebagai yang terbaik di dunia.

Dalam penelitiannya yang berjudul “Zero-Waste Palm Oil Biorefinery System for Sustainable Aviation Fuel (SAF) Production”, Afriya mengembangkan konsep biorefinery kelapa sawit terintegrasi berbasis zero-waste.

Sistem yang ia rancang bukan hanya menghasilkan Sustainable Aviation Fuel (SAF) sebagai bahan bakar pesawat ramah lingkungan, tetapi juga menciptakan produk turunan bernilai tambah seperti biochar, bioplastik, dan biofertilizer.

Hut Apkasindo

“Tujuan utama penelitian ini adalah mengubah limbah industri sawit menjadi energi bersih sekaligus menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 72,4 persen. Konsep ini mendukung target net-zero emission Indonesia serta selaras dengan standar internasional seperti CORSIA dan RED II,” terang Afriya, Selasa (28/10/2025).

Dalam proses risetnya, Afriya memanfaatkan data sekunder dari berbagai lembaga kredibel seperti IEA, IRENA, BPS, ESDM, hingga World Bank.

Ia kemudian menggunakan Aspen Plus V14 untuk memodelkan konversi limbah sawit menjadi SAF dan produk turunannya. Analisis lingkungan dilakukan melalui pendekatan Life Cycle Assessment (LCA), sementara analisis finansial menilai kelayakan investasi dengan indikator NPV, IRR, dan Payback Period.

Hut Apkasindo

“Dari riset ini, saya belajar bahwa sains tidak bisa berdiri sendiri di laboratorium. Ia harus berpijak pada realitas industri dan kebijakan publik. Kesabaran metodologis dan ketelitian sistemik menjadi kunci,” ungkapnya.

Menariknya, latar belakang Afriya bukan dari bidang teknik atau sains terapan, melainkan dari dunia bahasa dan budaya. Hal ini menjadi bukti bahwa inovasi lintas disiplin dapat melahirkan solusi nyata bagi persoalan global.

Afriya berharap hasil risetnya dapat menjadi blueprint nasional dalam transformasi industri kelapa sawit menuju ekosistem energi hijau dan ekonomi sirkular. Ia juga berambisi agar model yang dikembangkannya menjadi dasar pembangunan pilot plant biorefinery di Sumatra dan Kalimantan, mendukung kebijakan Sustainable Aviation Fuel (SAF) blending mandate di sektor penerbangan nasional.

Hut Apkasindo

“Prestasi ini bukan sekadar penghargaan akademik, tetapi bukti bahwa riset dari Indonesia mampu berbicara di panggung dunia. Dengan pendekatan ilmiah yang kuat dan visi keberlanjutan, kita bisa ikut mendorong transisi energi global,” ujarnya dengan penuh optimisme.

Capaian Afriya menjadi inspirasi bagi mahasiswa dan peneliti muda Indonesia, bahwa kerja keras, ketekunan, dan keberanian mengeksplorasi lintas bidang dapat membuka jalan menuju prestasi internasional.

Dari ruang riset kampus di Surabaya, ia menunjukkan bahwa ilmu humaniora pun dapat berkontribusi pada sains, teknologi, dan keberlanjutan planet.


Berita Sebelumnya
IEU-CEPA Buka Jalan Ekspor Sawit Indonesia ke Pasar Eropa

IEU-CEPA Buka Jalan Ekspor Sawit Indonesia ke Pasar Eropa

Menteri Perdagangan Budi Santoso menyampaikan bahwa Uni Eropa mulai melonggarkan sikapnya terkait larangan impor sejumlah komoditas pertanian, seperti kelapa sawit, kakao, kopi, kedelai, karet, dan kayu yang sebelumnya dinilai memicu deforestasi. Larangan tersebut sempat diatur dalam regulasi Uni Eropa bertajuk European Union Deforestation Regulation (EUDR).

| Berita

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *