KONSULTASI
Logo

Musabab di Balik Harga CPO Anjlok Perlahan Tapi Pasti Sebulan Terakhir

12 November 2025
AuthorHendrik Khoirul
EditorDwi Fatimah
Musabab di Balik Harga CPO Anjlok Perlahan Tapi Pasti Sebulan Terakhir
HOT NEWS

sawitsetara.co – JAKARTA – Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Dr. Gulat Medali Emas Manurung, MP., C.IMA., C.APO, menyoroti terjadinya penurunan harga tandan buah segar (TBS) dalam kurun sebulan terakhir. Dr. Gulat mengatakan, koreksi harga ini disebabkan turunnya harga Crude Palm Oil (CPO) yang perlahan tapi pasti.

“Jadi memang adalah benar, pada satu bulan terakhir khususnya, harga CPO turun secara perlahan, tapi pasti. Nah, tentu ini berdampak kepada harga TBS kita. TBS kita yang sudah ambruk, penurunan ini mengakibatkan banyak petani sawit berteriak, baik di media sosial maupun secara berita online,” kata Dr. Gulat di Jakarta, Selasa (11/11/2025).

Menurut Dr. Gulat, penurunan harga CPO Tercatat mulai terjadi sejak awal Oktober hingga masuk November. Hal ini menjadi ironi lantaran harga CPO justru kian anjlok di saat Indonesia tengah menyongsong penerapan mandatori B50. Kebijakan ini akan membutuhkan CPO secara domestik paling tidak 18 hingga 19 juta ton.

Kebutuhan domestik Indonesia baik untuk food, oleo dan energi cenderung naik, apalagi dengan akan digagasnya B50 tahun depan. Kebutuhan CPO global juga dari berbagai sumber diketahui trendnya positif tapi kok harga CPO malah semakin anjlok?. Coba saja cari CPO, gak akan ada, semua sudah pada dikontrak habis.

Sawit Setara Default Ad Banner

“Kejadian ini bertentangan dengan teori ekonomi supply and demand. Seperti yang dikatakan Menteri Pertanian bahwa salah satu tujuan program biodiesel adalah untuk mengatur (market maker) harga CPO. Tapi yang kita lihat saat ini malah kita yang diatur oleh pasar,” ujar Dr Gulat.

Memang B50 baru tahun depan tapi dipastikan negara pembutuh CPO atau turunannya pasti berlomba meningkatkan stok di negaranya dan itu lumrah” katanya.

Lantas apa sebenarnya penyebab harga CPO justru kian anjlok?

Dr. Gulat juga mengatakan, kebutuhan minyak sawit dunia untuk sektor pangan, energi, dan oleo naik, tetapi harga CPO di Tanah Air tetap turun. Pihaknya menduga kondisi ini terjadi karena adanya permainan harga di bursa maupun di tender. Seperti diketahui, saat ini Indonesia masih menggunakan sedikitnya tiga harga rujukan CPO.


Sawit Setara Default Ad Banner

Banyaknya rujukan harga CPO inilah, kata Dr. Gulat, yang menyebabkan terjadinya ketidakadilan dalam penetapan harga. Apalagi tender ataupun bursa yang menetapkan harga tersebut juga merupakan pengguna CPO (untuk berbagai produk turunan CPO). Sehingga, mereka berupaya menetapkan harga yang rendah agar bisa membeli CPO dengan harga murah ke Pabrik-Pabrik Kelapa Sawit (PKS), terkhusus ke PKS yang tidak terintegrasi ke produk turunan CPO (PKS Penjual CPO).

“Karena CPO dibeli murah maka PKS tersebut akan menekan harga beli TBS Petani, itu matematika ekonomi yang sederhana,” katanya.

Untuk mengatasi manipulasi harga CPO ini, Dr. Gulat mengatakan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebenarnya telah mendirikan Bursa CPO Indonesia ICDX sejak dua tahun lalu. Bursa ini, karena tidak terkoneksi dengan pengguna CPO alias independent dan diawasi secara berlapis, diharapkan akan menghasilkan harga CPO yang sebenar-benarnya.

Bursa CPO Indonesia ICDX inilah yang diharapkan bisa menjadi penyelamat harga CPO dan harga TBS petani sawit. Tapi karena ada tender CPO dan Bursa lain yang cenderung menghasilkan harga CPO lebih rendah maka tertekanlah harga CPO secara rata-rata nasional.

Sawit Setara Default Ad Banner

Harga yang tertekan inilah menjadi rujukan pembelian CPO oleh pengguna CPO dari produksi dari PKS-PKS terkhusus PKS yang hanya mengolah TBS menjadi CPO. Demikian juga dengan harga TBS kemitraan yang ditetapkan oleh Dinas Perkebunan Provinsi, semua merujuk ke harga jual CPO dari PKS.

“Turun naiknya harga CPO memang selalu menjadi issu, karena terkait ke ekonomi rumah tangga paling tidak 17 juta keluarga petani sawit. Berbeda dengan pertambangan seperti batu bara ataupun timah yang dikelola perusahaan besar saja. Sawit itu 42% pemilik lahan sawit sawit adalah rakyat. Karenanya, APKASINDO memohon kepada semua stakeholder sawit, terkhusus kepada pengambil kebijakan untuk melihat komoditas ini sebagai aset penting yang harus dijaga sesuai harga pasar bukan karena permainan tender atau bursa,” ulas Dr. Gulat.

Perlu dicatat bahwa bukan hanya petani sawit yang merugi tapi pemasukan negara dipastikan menurun karena HR CPO yang 60% adalah berpatokan ke harga CPO Indonesia akan berpotensi mengurangi pemasukan negara, lanjutnya.

“Kami petani sawit tidak minta harga mahal tapi sajikanlah harga CPO yang sebenar-benarnya, bukan harga katrol sebab masa depan petani sawit, ekonomi keluarga petani sawit ada di sawit. Kalau harga TBS ambruk seperti sekarang, karena CPO turun terus, akan mengganggu target pertumbuhan ekonomi 8% Presiden Prabowo,” kata Dr. Gulat.

Sawit Setara Default Ad Banner

Oleh karena itu, Dr. Gulat mengajak semua pihak untuk sepakat agar harga CPO harus satu rujukan. Jangan ada dua atau tiga bursa atau tender, sebab hal itu akan membuat harga TBS semakin menurun karena harga CPO dipaksa turun dengan harga murah. Masa depan petani sawit ada di harga CPO. Sebab itu, APKASINDO patut menjaga dan memperhatikan independensi harga CPO yang sebenar-benarnya

“Supaya ekonomi petani sawit tertolong, supaya kami bisa membayar pajak, dan negara mendapatkan manfaat yang lebih karena harga CPO berdasarkan harga yang sebenar-benarnya. Mari kita sama-sama mendukung satu rujukan harga CPO sehingga negara diuntungkan, petani sejahtera, korporasi maju,” kata Dr. Gulat.


Berita Sebelumnya
IEU-CEPA Buka Jalan Ekspor Sawit Indonesia ke Pasar Eropa

IEU-CEPA Buka Jalan Ekspor Sawit Indonesia ke Pasar Eropa

Menteri Perdagangan Budi Santoso menyampaikan bahwa Uni Eropa mulai melonggarkan sikapnya terkait larangan impor sejumlah komoditas pertanian, seperti kelapa sawit, kakao, kopi, kedelai, karet, dan kayu yang sebelumnya dinilai memicu deforestasi. Larangan tersebut sempat diatur dalam regulasi Uni Eropa bertajuk European Union Deforestation Regulation (EUDR).

| Berita

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *