
Sawitsetara.co – JAKARTA – Uni Eropa (UE) bersiap memberlakukan regulasi anti-deforestasi (EUDR) yang bertujuan mengurangi deforestasi dengan menetapkan standar keberlanjutan. Dampaknya signifikan bagi negara pengekspor, khususnya Indonesia, dengan industri kelapa sawit sebagai andalan utama.
Di tengah tantangan global ini, Ombudsman RI mengusulkan pembentukan Badan Sawit Nasional. Yeka Hendra Fatika, Anggota Ombudsman RI, meyakini pengelolaan sawit yang terintegrasi akan memperkuat daya saing industri sawit di panggung dunia.
“Saya berkeyakinan dengan adanya Badan Sawit Nasional, kita mampu menghadapi berbagai persoalan,” ujarnya pada Kamis (23/10/2025).
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas RI, Prof. Rachmat Pambudy, menekankan pentingnya kolaborasi dan kesatuan data dalam upaya perbaikan sektor sawit.
“Kita harus memperhatikan kondisi global, geopolitik, dan geokonomi. Dalam kaitan ini, sawit merupakan bagian dari itu,” katanya.
Rachmat Pambudy juga menegaskan bahwa pembentukan Badan Sawit Nasional harus disertai dengan Data Tunggal Sawit Nasional. Data ini krusial untuk mencegah konflik lahan dan mengurangi perselisihan dengan negara lain, termasuk Eropa.
Menurut Konsorsium Pembaruan Agraria, mayoritas dari 1.131 konflik perkebunan antara tahun 2015-2023 terkait sawit telah merugikan ribuan keluarga petani. Ombudsman RI juga menyoroti kurangnya perlindungan bagi petani kecil, yang mengelola sekitar 40 persen perkebunan sawit nasional.
Produktivitas sawit saat ini hanya mencapai 2,5 hingga 3 ton CPO per hektare per tahun, di bawah potensi optimal. Hal ini diperparah oleh keterbatasan akses modal, bibit unggul, teknologi, dan sistem harga Tandan Buah Segar (TBS).
Isu keberlanjutan menjadi sorotan utama karena sertifikasi perkebunan rakyat masih sangat rendah. Hingga tahun 2023, hanya 4,03 persen perkebunan rakyat yang tersertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Angka yang rendah ini menimbulkan kekhawatiran karena pasar internasional, terutama Uni Eropa, mensyaratkan standar keberlanjutan yang tinggi. Jika sertifikasi tidak ditingkatkan, daya saing sawit akan terancam, berpotensi mengakibatkan jutaan ton CPO kehilangan pasar.
Tags:


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *