
sawitsetara.co – JAKARTA – Benar, bahwa kelapa sawit telah bukan hanya sebagai salah satu komoditas penopang ekonomi nasional tapi juga sebagai pemasukan utama petani. Namun, ditengah tingginya kontribusi kelapa sawit, tidak sedikit Kementerian dan lembaga yang mengurusi komoditas minyak emas tersebut. Terbukti, sedikitnya ada sekitar 31 Kementerian yang mengurusi sawit. Melihat hal ini maka Ombudsman Republik Indonesia (RI) mengusulkan pembentukan Badan Sawit Nasional.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas RI, Prof. Rachmat Pambudy menegaskan pentingnya kolaborasi dan kesatuan data dalam pembenahan sektor sawit.
"Tata kelola sawit nasional harus kita selesaikan bersama. Jika badan sawit nasional terbentuk, nanti tugas pertamanya menyusun satu data sawit nasional,” ungkap Prof. Rachmat, buku Sawit: Antara Emas Hijau dan Duri Pengelolaan, Kamis (23/10/2015).
Sementara itu Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih menyampaikan bahwa buku ini merupakan bagian dari upaya Ombudsman RI dalam mensosialisasikan hasil Kajian Sistemik tentang Pencegahan Maladministrasi dalam Layanan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit.
“Melalui buku ini, Ombudsman RI berupaya menghadirkan gambaran komprehensif tentang akar masalah dan solusi perbaikan sistemik di sektor kelapa sawit. Buku ini bukan hanya hasil kajian, tetapi juga refleksi terhadap masa depan tata kelola sumber daya alam Indonesia,” ujar Najih.
Najih menambahkan, peluncuran buku ini diharapkan menjadi momentum penting untuk memperkuat kolaborasi antara Ombudsman RI, pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam mendorong tata kelola sawit yang bersih dari maladministrasi, serta berorientasi pada keberlanjutan dan kesejahteraan bersama.
Penulis buku sekaligus Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menjelaskan bahwa buku tersebut merupakan hasil kajian mendalam Ombudsman RI yang melibatkan lebih dari 52 institusi dan ratusan dokumen selama enam bulan penelitian.
“Ini bukan pekerjaan yang mudah, tapi menjadi bagian dari janji saya untuk menjadikan hasil kerja Ombudsman sebagai warisan pengetahuan. Kajian ini menemukan potensi kerugian negara hingga Rp279 triliun akibat tata kelola sawit yang belum sempurna,” ungkap Yeka.
Yeka menegaskan, kajian sistemik ini sebenarnya telah disampaikan enam bulan lalu dan menunjukkan bahwa persoalan paling krusial ada pada tumpang tindih lahan sawit di kawasan hutan.
“Data pemerintah menunjukkan sekitar 3,2 juta hektar lahan sawit berada di kawasan hutan. Ini perlu dibuktikan secara adil?"apakah yang salah pengusahanya, atau justru peta kawasan hutannya yang perlu diperbaiki. Untuk menyelesaikan hal ini tidak bisa hanya dengan pendekatan kekuasaan, tapi harus mengedepankan rasa keadilan. Bagi pengusaha yang melanggar, silakan ditindak,” ungkapnya.
Ditempat yang sama, Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Dr. Rino Afrino, ST., MM., C.APO menyambut baik peluncuran buku tersebut. Semoga buku tersebut dapat jadi pedoman pelaku sawit. Sebab didalamnya tidak hanya terdapoat permasalahan yang ada di sawit, tapi juga memberikan solusi,” pungkasnya.


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *