
sawitsetara.co – PONTIANAK – Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menyatakan dukungannya terhadap rencana penerapan Domestic Market Obligation (DMO) untuk memperkuat program biodiesel B50 sebagai bagian dari kebijakan hilirisasi industri kelapa sawit nasional. Namun, Pemprov menekankan pentingnya keseimbangan harga agar kebijakan ini tidak menekan harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani maupun pendapatan perusahaan pengolah sawit.
Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat, Harisson, mengatakan bahwa langkah pemerintah pusat memperluas program B50 merupakan arah positif untuk memperkuat nilai tambah sawit di dalam negeri. Meski begitu, ia mengingatkan bahwa kebijakan DMO harus dirancang dengan hati-hati karena komoditas crude palm oil (CPO) sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga pasar global.
“Jika harga CPO untuk DMO ditetapkan terlalu rendah dibanding harga pasar dunia, pasti akan berdampak pada penurunan harga TBS di tingkat petani. Sebaliknya, jika selisihnya tidak terlalu besar, dampaknya terhadap harga TBS bisa diminimalkan,” ujar Harisson di Pontianak, baru-baru ini.

Menurutnya, tekanan harga tidak hanya berpotensi dirasakan petani, tetapi juga perusahaan pengolah sawit. “Apabila harga CPO DMO lebih rendah dari pasar global, otomatis penerimaan perusahaan akan turun. Hal ini tentu bisa berpengaruh terhadap keberlanjutan operasional industri di daerah,” tambahnya.
Harisson memastikan bahwa Pemprov Kalbar akan mengikuti setiap perkembangan kebijakan pemerintah pusat terkait DMO sawit. Ia menyebut, pemerintah daerah bersama GAPKI dan asosiasi petani sawit akan segera duduk bersama jika mekanisme baru ini mulai diterapkan.
“Kami akan menyusun langkah konkret agar kebijakan DMO ini tetap menjaga keseimbangan. Tujuannya jelas: nilai tambah industri kelapa sawit di Kalbar tetap terjaga tanpa menimbulkan gejolak harga di tingkat petani,” tegasnya.
Sebelumnya, sejumlah pihak menilai kebijakan DMO sawit berpotensi menekan harga CPO dan TBS di dalam negeri. Namun Pemprov Kalbar meyakini, dengan koordinasi erat antara pemerintah, pelaku usaha, dan petani, kebijakan ini justru bisa menjadi momentum memperkuat hilirisasi industri sawit nasional—tanpa mengorbankan pelaku di hulu maupun hilir.



Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *