
sawitsetara.co - KOTAWARINGIN TIMUR – Lonjakan kasus pencurian kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, sepanjang 2025 menyingkap persoalan klasik penegakan hukum di sektor perkebunan.
Di satu sisi, aparat mencatat peningkatan signifikan kejahatan. Di sisi lain, sebagian besar pelaku justru luput dari jerat hukuman berat karena berlindung di balik ketentuan tindak pidana ringan (tipiring).
Data Kepolisian Resor Kotim menunjukkan kejahatan di sektor perkebunan sawit melonjak tajam. Sepanjang 2024, tercatat 52 kasus kejahatan perkebunan. Angka itu naik drastis menjadi 85 kasus pada 2025.
Kapolres Kotim AKBP Resky Maulana Zulkarnain menyebut kenaikan tersebut bukan sekadar persoalan kuantitas, melainkan indikasi perubahan pola kejahatan yang perlu dicermati lebih dalam.
“Peningkatan kasus ini menjadi atensi kita bersama. Kita perlu mencermati isu apa yang menjadi tren kejahatan di perkebunan,” ujar Resky, baru-baru ini.
Ia mengungkapkan, mayoritas perkara pencurian tandan buah segar (TBS) sawit sepanjang 2025 memiliki nilai barang bukti di bawah Rp2,5 juta. Nilai ini membuat kasus-kasus tersebut masuk kategori tindak pidana ringan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Konsekuensinya, penanganan perkara menjadi terbatas. Pelaku tipiring tidak dapat ditahan dan umumnya hanya dikenai sanksi ringan berupa teguran serta kewajiban membuat surat pernyataan.
“Namun apabila pelaku mengulangi perbuatannya, tentu akan kami tindak pidana,” tegas Resky.
Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2012, pencurian dengan nilai barang di bawah Rp2,5 juta diproses melalui Acara Pemeriksaan Cepat (APC), dengan ancaman pidana maksimal tiga bulan penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 364 KUHP lama. Dalam mekanisme ini, penahanan terhadap tersangka tidak dimungkinkan.
Celah hukum inilah yang dinilai kerap dimanfaatkan pelaku pencurian sawit. Fenomena tersebut tercermin dari paradoks data kepolisian: jumlah barang bukti yang diamankan meningkat tajam, sementara jumlah tersangka justru menurun.
Sepanjang 2025, Polres Kotim mengamankan 223.180 kilogram sawit dengan nilai sekitar Rp668,99 juta. Angka ini melonjak signifikan dibandingkan 2024 yang hanya mencapai 115.816 kilogram dengan nilai Rp317,44 juta. Sebaliknya, jumlah tersangka turun dari 200 orang pada 2024 menjadi 166 orang pada 2025.
Pada periode Januari hingga Agustus 2025 saja, tercatat 128 kasus pencurian TBS sawit. Meski sedikit lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2024 sebanyak 135 kasus, dominasi pencurian bernilai kecil di bawah Rp2,5 juta semakin menguat.
Untuk memutus mata rantai peredaran sawit ilegal, Polres Kotim memperluas pengawasan hingga ke tingkat peron dan pengepul. Kepolisian melakukan pendataan, pembinaan, serta pengawasan terhadap 33 peron, tiga pabrik kelapa sawit (PKS) non-kebun, serta sejumlah PKS yang membeli TBS dari masyarakat.
“Kami mengimbau pemilik peron dan PKS agar tidak asal menerima TBS yang tidak jelas asal-usulnya. Jika menemukan kejanggalan, segera hubungi kepolisian,” kata Resky.
Selain itu, aparat juga mengintensifkan kegiatan penyelidikan dan penyidikan, serta memperkuat koordinasi dengan perusahaan perkebunan, pemerintah daerah, dan masyarakat sekitar. Langkah ini diambil untuk mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan di sektor perkebunan sawit.
Terkait kasus pencurian sawit di Desa Kenyala, Kecamatan Telawang, Polres Kotim memastikan proses penyelidikan masih berjalan. Polisi telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP), memeriksa enam saksi, serta mengamankan sejumlah barang bukti.
Resky pun mengingatkan masyarakat agar tidak terpengaruh isu liar yang beredar di ruang publik. “Kami memastikan penanganan perkara dilakukan secara profesional dan proporsional. Fakta kejadian akan kami ungkap,” pungkasnya.


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *