
sawitsetara.co – AEK KANOPAN – Para petani sawit di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), Sumatera Utara, kini tengah menghadapi situasi yang sulit. Harga jual komoditas andalan mereka terus mengalami penurunan yang signifikan. Saat ini, harga pembelian di tingkat petani berkisar antara Rp 2.550 hingga Rp 2.600 per kilogram.
Berdasarkan laporan medanbisnisdaily.com, Agus Syaripuddin, seorang petani sawit, mengungkapkan keprihatinannya saat ditemui pada Selasa (25/11/2025) di kebunnya. Ia menjelaskan bahwa produksi kelapa sawit miliknya yang berasal dari lahan seluas 2 hektar, hanya menghasilkan sekitar 780 kilogram dalam dua minggu terakhir.
Penurunan produksi ini disebabkan oleh kondisi “trek” pada tandan buah segar (TBS) di pohon, yang mengakibatkan penurunan populasi TBS secara drastis hingga mencapai level terendah. Yang membuat sangat memilukan lagi saat ini harga penjualan di tingkat petani oleh pengepul TBS rata-rata anjlok di kisaran 2.600/kg.
“Sudahlah musim trek, harganya juga merosot,” keluhnya. Bahkan, ia menambahkan, “Pohon sawit mengalami musim terek di situ pula harga jual hasil bumi satu-satunya yang saya miliki ini, kini harga jualnya anjlok di level Rp 2.600/kg. Bahkan di tempat lain ada yang hanya Rp 2.500/kg.”
Wasno, seorang toke atau pedagang pengepul, juga memberikan pandangannya mengenai situasi ini. Ia menyatakan bahwa saat ini pembelian di tingkat petani hanya mencapai Rp 2.600 per kilogram. Ia menjelaskan bahwa harga penjualan di pabrik PMKS (Pabrik Minyak Kelapa Sawit) rata-rata hanya Rp 2.900 hingga Rp 2.950 per kilogram.
“Pembelian saya tergantung penjualan di pabrik bang. Turun harga di pabrik secara atoumatis pembelian ke tingkat petani kami turunkan. Kami hanya mengambil biaya operasional saja bang,” ujarnya.
Wasno juga menyoroti risiko yang dihadapi oleh para toke pengepul. Ia menjelaskan bahwa penjualan di pabrik sangat bergantung pada Standar Operasional Prosedur (SOP), sementara pembelian di tingkat petani seringkali tidak sesuai dengan SOP, misalnya dalam hal kematangan buah TBS saat dipanen.
“Buah mentah jelas dikembalikan dari pabrik. Sementara dari petani misalnya ada satu dua janjang terpaksa juga kita timbang, inilah yang jadi risiko berat untuk rata-rata toke pengepul TBS,” tutupnya.
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *