
sawitsetara.co - JAKARTA – Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2025 tentang aturan sanksi administratif bagi pelaku usaha perkebunan kelapa sawit yang terlanjur berkebun didalam kawasan hutan, dengan denda sebesar 25 juta/hektar bagi pemilik kebun yang luasan areal terlanjur digarap diatas 5 hektar, membuat para pelaku usaha kebun sawit merasa keberatan. Terutama petani swadaya atau mandiri, salahsatunya di Provinsi Papua Selatan.
Menurut Ketua Dewan Pengurus Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPW APKASINDO) Provinsi Papua Selatan, Makarius Meki Taman bahwa PP tersebut memberatkan petani sawit asal Papua Selatan, terutama sanksi administratif berupa denda sebesar 25 juta per hektar.
”Banyak petani keberatan dengan besaran denda yang diatur dalam PP 45, keberatan ini telah disampaikan oleh petani sawit lewat APKASINDO dan masalah ini akan segara kami bahas bersama pengurus,” ungkap Makarius kepada sawitsetara.co.
Lebih lanjut, Makarius menjelaskan, terkait dengan aspirasi petani sawit yang merasa keberatan dengan pemberlakuan PP 45 tahun 2025, intinya petani meminta supaya kebijakan sanksi besaran nilai denda ini dapat dievaluasi kembali oleh pemerintah pusat melalui kementerian terkait, jangan sampai memberatkan para petani dan menimbulkan gejolak ekonomi serta sosial.
Seperti diketahui lahirnya PP Nomor 45 Tahun 2025 tentang Penertiban Perkebunan Sawit di Kawasan Hutan, yang mengatur sanksi administratif denda tinggi untuk pelanggaran, dan yang kedua adalah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 45 Tahun 2025 yang terkait dengan pembebasan PPN impor dan penyerahan barang strategis untuk pertahanan dan keamanan.
Dalam PP 45 Tahun 2025 (Industri Sawit), menata kembali sanksi administratif bagi pelanggaran dalam perkebunan sawit, terutama yang berlokasi di kawasan hutan. Sedangkan sanksi yang dikenakan berupa sanksi. Denda administratif sebesar Rp25 juta per hektare per tahun untuk pelanggaran.
Nilai denda diatas dapat menjadi sangat besar seiring lamanya pelanggaran terjadi, misalnya hingga Rp375 juta/hektar untuk penguasaan lahan 20 tahun.
Adapun muncul kekhawatiran sejumlah pihak yaitu mengkhawatirkan besaran denda yang sangat tinggi dapat membebani pelaku usaha, terutama petani kecil dan menengah, dan berpotensi menimbulkan gejolak ekonomi dan sosial. “PP tersebut sagat membebani kami petani dan hal ini dapat menimbulkan gejolak ditingkat bawah. Pada kami menggantungkan hidup dari budidaya tanaman kelapa sawit,” pungkas Makarius.
Tags:


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *