Sawitsetara.co – JAKARTA – Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR Indonesia (Aspekpir) turut menyoroti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2025 tentang denda administratif di bidang kehutanan. Mereka mendesak pemerintah meninjau kembali aturan yang dinilai merugikan petani dan berpotensi menghancurkan industri sawit nasional.
Ketua Aspekpir, Setiyono, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa aturan tersebut dapat mengancam kelangsungan hidup petani PIR, yang merupakan bagian dari program pemerintah pada era 1980-1990an, khususnya di kawasan transmigrasi. Jika sekarang tiba-tiba lahan petani PIR diklaim masuk kawasan hutan, pemerintah tidak konsisten.
“PP 45/2025 ini mengerikan,” tegas Setiyono dalam keterangan pers pada Kamis (16/10/2025). “Kalau sekarang tiba-tiba (lahannya) dimasukkan ke kawasan hutan kemudian dikenai denda dan disita, artinya pemerintah tidak konsisten dengan programnya sendiri.”
Banyak petani, menurut Setiyono, baru menyadari lahan mereka masuk kawasan hutan saat mengikuti program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Bahkan, beberapa lahan sudah dipasangi plang kawasan hutan, yang menghalangi petani untuk melakukan peremajaan atau menjaminkan sertifikat ke bank.
“Dari situ saja dampaknya sudah terasa. Ada rasa takut dan was-was. Kalau PP 45/2025 diterapkan, petani bisa jatuh miskin. Program transmigrasi yang dulu menjadi jalan keluar dari kemiskinan, sekarang malah bisa memiskinkan lagi,” keluhnya.
Setiyono menceritakan pengalamannya sendiri sebagai transmigran pada 1989 dari Jawa Timur ke Sumatera. Ia mengenang masa-masa sulit di awal, namun akhirnya berhasil menanam sawit di lahan seluas 2 hektare. Kini, hasil jerih payahnya terancam.
Setiyono adalah salah satu dari 400.000 anggota Aspekpir yang tersebar di 20 provinsi, dengan total lahan sawit PIR mencapai sekitar 800.000 hektare, dan sekitar 20 persen di antaranya sudah masuk kawasan hutan. Jika denda Rp 25 juta per hektare per tahun diterapkan, Setiyono menegaskan bahwa beban petani akan sangat berat.
“Bayangkan tanaman tahun 80-90-an. Kalau dihitung 30 tahun, dendanya bisa sangat besar. Padahal ini program pemerintah,” katanya.
Aspekpir telah menyampaikan aspirasi kepada Komisi IV DPR RI, dan Setiyono mengapresiasi respons positif yang diterima. Aspekpir mendukung upaya pemerintah memperbaiki tata kelola sawit, namun meminta kebijakan yang adil dan proporsional. Setiyono berharap Presiden Prabowo Subianto turun tangan langsung menyelesaikan persoalan ini.
“Harapan kami, lahan petani PIR dikeluarkan dari kawasan hutan. Kalau ada persoalan antar kementerian, selesaikan di tingkat pemerintah, jangan rakyat yang jadi korban. Kami dulu sudah susah, jangan disusahkan lagi,” kata dia.
Tags:
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *