
sawitsetara.co - Produktivitas panen kelapa sawit di Sumatera Barat mengalami penurunan signifikan pasca bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah. Genangan air yang masih terjadi di areal kebun menyebabkan aktivitas panen dan perawatan tanaman belum dapat berjalan normal.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Sumatera Barat, Jufri Nur, mengatakan sebagian kebun hingga kini masih belum bisa diakses akibat kondisi lahan yang tergenang air dan rusaknya infrastruktur pendukung.
“Produktivitas panen jauh menurun karena lahan masih tergenang banjir sehingga tidak bisa dipanen,” kata Jufri Nur kepada sawitsetara.co.
Ia mengungkapkan, akibat kondisi tersebut, sekitar 30 persen areal kebun sawit tidak dapat dipanen, yang secara langsung berdampak pada penurunan produksi dan pendapatan petani.
Jufri menjelaskan, dampak ekonomi menjadi persoalan paling berat yang dirasakan petani. Selain kehilangan hasil panen, kerusakan fasilitas kebun seperti jalan dan jembatan memaksa petani mengeluarkan biaya besar untuk perbaikan.

“Pendapatan petani jauh berkurang. Di sisi lain, banyak fasilitas kebun yang rusak, seperti jembatan dan jalan, sehingga membutuhkan biaya tinggi untuk perawatan dan perbaikannya,” ujarnya.
Menurutnya, kerusakan infrastruktur kebun tergolong cukup parah. Beberapa jembatan tidak dapat dilalui sama sekali, sementara jalan kebun banyak yang terkikis air sehingga harus dilakukan penimbunan ulang agar bisa digunakan kembali.
Terkait kondisi genangan air, Jufri memperkirakan air akan mulai surut dalam waktu sekitar dua pekan jika tidak terjadi hujan susulan.
“Kalau tidak hujan lagi, kemungkinan dalam 15 hari kondisi kebun sudah aman,” katanya.
Meski akses menuju kebun mengalami kendala, Jufri memastikan distribusi Tandan Buah Segar (TBS) ke pabrik kelapa sawit sejauh ini tidak mengalami hambatan berarti.
Ia menambahkan, upaya pemulihan kebun saat ini dilakukan secara bertahap oleh petani. Namun, keterbatasan biaya membuat perbaikan jalan dan jembatan tidak bisa dilakukan sekaligus dalam waktu singkat.

“Perbaikan dilakukan berangsur-angsur karena biayanya sangat besar, jadi tidak mungkin semuanya selesai dalam satu bulan,” jelasnya.
Jufri juga menyoroti minimnya peran pemerintah daerah dalam penanganan pascabencana di wilayah kebun sawit. Hingga kini, kata dia, belum ada dukungan nyata dalam bentuk perbaikan infrastruktur maupun bantuan alat berat.
“Belum ada peran pemerintah dalam perbaikan infrastruktur kebun. Bantuan alat berat juga belum ada, sehingga petani terpaksa menyewa sendiri,” tegasnya.
Menurut Jufri, kebutuhan paling mendesak bagi petani saat ini adalah bantuan alat berat serta material untuk penimbunan jalan kebun agar aktivitas perawatan dan panen bisa kembali berjalan normal.
“Yang paling dibutuhkan petani sekarang adalah alat berat dan material penimbunan jalan kebun yang rusak,” pungkasnya.



Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *