Sawitsetara.co – JAKARTA – Dalam beberapa tahun terakhir, industri kelapa sawit Indonesia terus menghadapi tuduhan serius dari berbagai organisasi non-pemerintah (LSM) internasional. Salah satunya dituding adanya praktik mempekerjakan anak-anak di bawah umur, seringkali disertai dengan foto-foto yang menguatkan narasi tersebut.
Namun, benarkah demikian?
Faktanya, dilansir dari laman GAPKI, menurut pengamatan di lapangan, kehadiran anak-anak di kebun sawit belum tentu berarti mereka adalah pekerja. Dalam konteks sosial pedesaan di Indonesia, anak-anak sering ikut orang tuanya ke ladang atau kebun.
“Hal ini merupakan bagian dari kegiatan keluarga dan proses sosialisasi, bukan sebagai tenaga kerja,” tulis GAPKI.
Penggunaan gambar anak-anak yang hanya menemani orang tua di kebun untuk menuduh mereka “dipaksa bekerja” justru dianggap sebagai bentuk eksploitasi baru terhadap anak-anak Indonesia.
Indonesia sendiri memiliki regulasi yang jelas melarang pekerja anak. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menetapkan bahwa pekerja adalah penduduk berusia 15 tahun ke atas.
Selain itu, untuk bekerja di perusahaan formal, seseorang harus memiliki KTP, yang baru bisa didapatkan pada usia 17 tahun. Artinya, secara hukum dan administratif, tidak ada celah bagi perusahaan sawit untuk mempekerjakan anak-anak.
Secara teknis, pekerjaan di perkebunan sawit juga tidak memungkinkan anak-anak terlibat. Pekerjaan seperti memanen tandan buah segar (TBS), menyemprot pestisida, atau mengangkut hasil panen memerlukan keterampilan dan kekuatan fisik yang hanya dimiliki oleh orang dewasa.
Industri sawit Indonesia tidak tinggal diam menghadapi isu ini. Melalui kolaborasi dengan berbagai lembaga seperti International Labour Organization (ILO), JARAK (Jaringan Nasional Penghapusan Pekerja Anak), PAACLA Indonesia, dan PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak), pelaku industri sawit menyusun “Panduan Praktis dan Praktik Baik Sawit Indonesia Ramah Anak.”
Inisiatif ini tidak hanya menegaskan komitmen untuk bebas pekerja anak, tetapi juga mendorong perusahaan untuk menyediakan fasilitas yang mendukung kesejahteraan anak-anak karyawan. Ini termasuk tempat pengasuhan anak (daycare) di lingkungan kerja, fasilitas kesehatan anak, dan sarana pendidikan formal dan non-formal.
Dari regulasi nasional hingga implementasi di lapangan, tidak ada ruang bagi praktik pekerja anak di sektor kelapa sawit. Sebaliknya, perusahaan sawit berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak, menjadikan mereka generasi penerus pelaku usaha perkebunan Indonesia yang berkelanjutan.
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *