KONSULTASI
Logo

Sawit Tumbuh Subur di Simeulue, Mitos Warisan Penjajah Akhirnya Runtuh

8 Oktober 2025
AuthorDwi Fatimah
EditorDwi Fatimah
Sawit Tumbuh Subur di Simeulue, Mitos Warisan Penjajah Akhirnya Runtuh

sawitsetara.co - SIMEULUE - Selama puluhan tahun, masyarakat Pulau Simeulue hidup dalam bayang-bayang doktrin kolonial Belanda yang menyesatkan bahwa kelapa sawit tidak cocok tumbuh di tanah mereka.

Keyakinan itu begitu kuat, diwariskan dari generasi ke generasi, hingga menjadi semacam "kebenaran" yang tak pernah dipertanyakan.

Namun sejarah sedang berubah. Di tengah geliat petani yang mulai berani mencoba hal baru, kelapa sawit perlahan membuktikan diri sebagai tanaman yang bukan hanya cocok tapi juga menguntungkan.

“Dulu kami percaya sawit tak bisa tumbuh di sini. Tapi sekarang? Kami melihat sendiri hasilnya,” ujar seorang petani di Desa Lugu, Simeulue Barat.

Lomba Cipta Mars  HUT Apkasindo

Keyakinan keliru ini diyakini merupakan bagian dari politik kolonial Belanda pada masa penjajahan. Mereka menyebarkan narasi bahwa hanya cengkeh dan kelapa yang bisa tumbuh subur di Simeulue, dua komoditas yang mudah dikendalikan dan diekspor. Sementara potensi lain, seperti kelapa sawit, ditekan melalui pembodohan sistematis agar masyarakat tidak mandiri secara ekonomi.

Kini, kenyataan di lapangan berbicara lain. “Sawit sudah terbukti tumbuh subur di sejumlah wilayah Simeulue. Bahkan hasil ekonominya lebih stabil dan cepat dibandingkan cengkeh,” tegas Anggota DPR Aceh Komisi VI, Ihya Ulumudin.

Menurut Ihya, sawit memiliki keunggulan dari sisi efisiensi dan produktivitas. Dalam 3 hingga 4 tahun sejak ditanam, sawit sudah bisa dipanen. Prosesnya pun sederhana, cukup dipetik, dijual, dan langsung menghasilkan uang. Bandingkan dengan cengkeh yang harus dipanjat, dipetik, dijemur, dan menunggu lama sebelum menghasilkan.

“Sawit dipanen tanpa risiko besar. Sementara cengkeh kadang tidak terurus karena kekurangan tenaga panen. Banyak pohon dibiarkan begitu saja karena sulit dikelola,” tambah Ihya.

Lahan-lahan datar di Simeulue yang selama ini terbengkalai mulai dilirik untuk ditanami sawit. Petani yang semula ragu, kini justru menjadi pelopor. Mereka bukan hanya melawan keyakinan lama, tetapi juga menulis ulang sejarah pertanian Simeulue dengan tangan mereka sendiri.

Transformasi ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga soal pembebasan dari belenggu warisan kolonial yang selama ini membatasi.

“Sudah saatnya kita percaya pada tanah kita sendiri, bukan pada cerita lama penjajah,” ucap Ihya.

Satu pepatah lokal yang kini kembali digaungkan menjadi panduan baru bagi para petani Simeulue

“Lahan gunung terjal, silakan tanam cengkeh. Lahan berkarang dekat laut, tanamlah kelapa. Untuk lahan datar tanamlah sawit.”

Dan kini, dengan sawit yang membuktikan diri, masyarakat Simeulue pun perlahan bangkit bukan lagi dengan doktrin asing, melainkan dengan keyakinan dan hasil nyata dari tanah mereka sendiri.


Berita Sebelumnya
Harga CPO Anjlok, Tertekan Kejatuhan Minyak Dunia dan Lesunya Pasar Nabati Global

Harga CPO Anjlok, Tertekan Kejatuhan Minyak Dunia dan Lesunya Pasar Nabati Global

Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) kembali terpeleset tajam pada perdagangan Selasa (7/10/2025)

7 Oktober 2025 | Berita

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *