
sawitsetara.co – JAKARTA – Ratusan ribu hektare kebun kelapa sawit milik petani rakyat diduga turut dimasukkan dalam daftar objek penguasaan kembali yang dilaporkan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) kepada pemerintah. Temuan mengejutkan ini diungkapkan oleh Pusat Studi dan Advokasi Hukum Sumber Daya Alam (PUSTAKA ALAM).
Dari total 3,4 juta hektare kawasan hutan yang diklaim telah dikuasai kembali oleh Satgas PKH per 1 Oktober 2025, sebanyak 1,5 juta hektare telah diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara. Namun, kajian PUSTAKA ALAM menunjukkan bahwa sekitar 614.235 hektare di antaranya adalah kebun sawit milik masyarakat yang secara keliru tercatat sebagai lahan yang “dikuasai kembali”.
Temuan PUSTAKA ALAM Ungkap Pelanggaran Satgas PKH
Direktur PUSTAKA ALAM, Muhamad Zainal Arifin, menyebut temuan ini sebagai indikasi kuat adanya pelanggaran hukum dalam pelaksanaan tugas Satgas PKH. Satgas PKH, kata dia, melaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto bahwa seluruh lahan yang dikuasai kembali merupakan milik perusahaan.

“Namun hasil analisis kami membuktikan sebaliknya lebih dari enam ratus ribu hektare di antaranya adalah kebun sawit milik petani rakyat,” tegas Zainal, dalam keterangan resmi, dijtuip InfoSAWIT, Jumat (31/10/2025).
Kajian ini didasarkan pada sejumlah sumber resmi, termasuk SK Data dan Informasi Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan (SK DATIN) No. I-XXIII, rekapitulasi penyerahan lahan dari Satgas PKH ke Agrinas Palma, serta laporan internal beberapa perusahaan sawit.
PUSTAKA ALAM menjelaskan, modus yang digunakan Satgas PKH dalam melakukan penguasaan kembali adalah dengan menjadikan izin lokasi perusahaan sebagai dasar klaim penguasaan. Padahal, di atas banyak lahan tersebut telah lama berdiri kebun sawit rakyat yang dikelola secara mandiri, bahkan sebelum izin lokasi perusahaan terbit.

“Satgas PKH keliru menafsirkan hakikat izin lokasi. Mereka memperlakukan izin lokasi seolah-olah bukti kepemilikan korporasi, padahal izin itu hanya bersifat perencanaan,” ujar Zainal.
Ia menegaskan, sesuai Permen ATR/BPN No. 13 Tahun 2021, pemegang izin lokasi atau KKPR masih wajib membebaskan tanah dari hak-hak pihak lain. “Satgas PKH menyamakan izin lokasi dengan penguasaan konkret di lapangan, dan inilah yang menyebabkan banyak kebun rakyat ikut disapu dalam operasi mereka,” tambahnya.
Dalam kajian lapangannya, PUSTAKA ALAM menemukan sejumlah kasus nyata di beberapa provinsi. Di Kalimantan Tengah, misalnya, pada areal PT UP terdapat penguasaan kembali seluas 571,47 hektare, seluruhnya merupakan kebun milik masyarakat. Di Riau, penguasaan kembali di areal PT GH mencakup 7.520,35 hektare, di mana 7.402,35 hektare adalah lahan petani.

Sementara di areal PT TP, seluas 5.716,3 hektare dikuasai kembali, dengan 4.003,31 hektare di antaranya milik rakyat. Kasus serupa juga ditemukan pada PT TMP, dengan total 2.372,87 hektare, dan 2.295,87 hektare merupakan kebun petani.
Meski perusahaan sudah mengonfirmasi bahwa sebagian lahan tersebut adalah milik petani swadaya, Satgas PKH tetap memasukkannya sebagai objek penguasaan kembali. “Plang-plang di lapangan mencantumkan nama perusahaan, tetapi lahan milik masyarakat ikut masuk dalam Berita Acara Penguasaan Kembali,” kata Zainal.



Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *