
sawitsetara.co - JAKARTA - Tahun 1995. Seorang antropolog dari Jakarta datang mengunjungi KKKK. Dia bertanya pada pendiri: "Mengapa Anda memilih nama Keling Kumang? Bukankah nama yang 'lebih modern' akan lebih menarik?"
Sang pendiri menjawab: "Kami tidak ingin membangun sesuatu yang asing di tanah kami. Keling adalah pahlawan Dayak yang gagah berani, Kumang adalah perempuan Dayak yang cantik dan bijaksana. Mereka adalah simbol terbaik dari apa yang ingin kami bangun: keberanian dan kebijaksanaan dalam membangun ekonomi."
Lalu antropolog itu bertanya lagi: "Tapi apakah prinsip koperasi universal tidak berbenturan dengan budaya lokal?"
Dengan tersenyum, pendiri menjawab: "Justru sebaliknya. Kami menemukan bahwa dalam budaya Dayak sudah ada prinsip-prinsip koperasi. Huma Betang (rumah panjang) adalah koperasi alami: semua hidup bersama, berbagi, saling menopang. Gotong royong kami bukan untuk upah, tapi untuk kehormatan. Sistem bagi hasil bukan kontrak, tapi kepercayaan."
"Jadi," lanjutnya, "kami tidak membawa koperasi ke budaya Dayak. Kami menemukan kembali koperasi yang sudah ada dalam budaya Dayak, lalu kami beri 'pakaian modern' supaya bisa bertahan di dunia sekarang."
Dialog singkat ini mengandung kebijakan mendalam: replikasi noogenetik bukan menanam benih asing, tapi menyiram benih lokal yang sudah ada agar tumbuh subur.
Dan kini, dari Huma Betang Dayak, prinsip ini siap menyebar ke 80.000 rumah adat di Nusantara: dari Tongkonan Toraja, Rumah Gadang Minang, Joglo Jawa, Honai Papua, hingga segala bentuk kearifan lokal lainnya.

BAGIAN I: FILOSOFI ADAPTASI BUDAYA KUANTUM
Quantum Cultural Entanglement: Masa Lalu dan Masa Depan yang Tak Terpisahkan
Dalam fisika kuantum, entanglement adalah keadaan di mana dua partikel terhubung erat sehingga keadaan satu mempengaruhi yang lain, meski terpisah jarak dan waktu.
Adaptasi budaya di KKKK bekerja dengan quantum cultural entanglement: menghubungkan kearifan masa lalu dengan kebutuhan masa depan dalam satu kesatuan organik.
Contoh konkret:
· Masa lalu: Sistem handep dalam budaya Dayak—pemberian pinjaman tanpa bunga berdasarkan kepercayaan.
· Masa kini: Sistem kredit mikro KKKK—pinjaman dengan bunga rendah berdasarkan track record.
· Quantum entanglement: KKKK tidak mengganti handep, tapi mentransformasikannya. Pinjaman tetap berdasarkan kepercayaan (seperti handep), tapi dengan sistem pencatatan modern. Bunga rendah (bukan tanpa bunga) untuk keberlanjutan institusi.
Hasil: Anggota merasa ini bukan sistem asing, tapi penyempurnaan sistem yang sudah dikenal.
Cultural Superposition: Menjadi Modern dan Tradisional Sekaligus
Dalam fisika kuantum, superposition adalah kemampuan partikel berada dalam beberapa keadaan sekaligus.
Dalam adaptasi budaya, KKKK mengadopsi cultural superposition: menjadi modern dan tradisional sekaligus.
Contoh di KKKK:
· Dalam kepemimpinan: Ketua dipilih secara demokratis (modern), tapi prosesnya melalui musyawarah adat (tradisional).
· Dalam pengambilan keputusan: Data analytics digunakan (modern), tapi interpretasinya melalui kearifan lokal (tradisional).
· Dalam penyelesaian konflik: SOP formal ada (modern), tapi mediasi melalui tetua adat (tradisional).
Prinsip superposition: "Bukan A atau B, tapi A dan B sekaligus."
Prinsip Ketidakpastian Budaya: Tidak Ada Adaptasi yang Sempurna
Dalam fisika kuantum, prinsip ketidakpastian Heisenberg menyatakan kita tidak bisa mengetahui posisi dan momentum partikel secara bersamaan dengan sempurna.
Dalam adaptasi budaya, ada prinsip ketidakpastian budaya: kita tidak bisa mempertahankan semua tradisi sambil mengadopsi semua modernitas secara sempurna. Selalu ada trade-off.
Contoh trade-off KKKK:
· Tradisi: musyawarah sampai mufakat bisa berjam-jam.
· Modernitas: efisiensi waktu penting untuk bisnis.
· Solusi KKKK: musyawarah tetap, tapi dengan time boxing (misal: maksimal 2 jam). Jika belum mufakat, voting.
Prinsip adaptasi KKKK: Pertahankan esensi, adaptasi bentuk.

BAGIAN II: PROSES ADAPTASI BUDAYA SISTEMATIS
4 Tahap Adaptasi Budaya KKKK
KKKK tidak serta merta "jadi" sesuai budaya Dayak. Mereka melalui proses sistematis:
Tahap 1: Pemetaan Budaya (1993-1995)
· Aktivitas: Pewawancaraan tetua adat, studi tradisi, identifikasi nilai-nilai sejalan
· Temuan kunci:
1. Gotong royong (bahasa Dayak: "belale") = kerja sama ekonomi
2. Sistem handep = kredit mikro berbasis kepercayaan
3. Huma Betang = kepemilikan bersama dan tanggung jawab kolektif
4. Adat musyawarah = demokrasi ekonomi
· Output: "Peta Budaya untuk Koperasi"
Tahap 2: Translasi Nilai (1995-1998)
· Aktivitas: Menerjemahkan nilai koperasi ke dalam bahasa dan simbol budaya
· Contoh translasi:
· Koperasi = "Huma Betang ekonomi"
· Anggota = "keluarga Huma Betang"
· Rapat anggota = "musyawarah Huma Betang"
· Simpanan = "handep kolektif"
· Output: Kosakata koperasi yang "nyaman" di telinga lokal
Tahap 3: Integrasi Struktural (1998-2005)
· Aktivitas: Menyesuaikan struktur organisasi dengan struktur sosial
· Contoh:
· Pengurus tidak hanya dipilih secara demokratis, tapi juga di-"restui" tetua adat
· Rapat tidak hanya di kantor, tapi juga bergilir di balai adat desa-desa
· Pelaporan tidak hanya laporan keuangan, tapi juga "laporan kehormatan" di forum adat
· Output: Struktur organisasi yang "mirip" masyarakat lokal
Tahap 4: Evolusi Bersama (2005-sekarang)
· Aktivitas: Budaya dan koperasi berevolusi bersama
· Contoh:
· Tradisi gawai (pesta panen) dikembangkan jadi pameran produk anggota
· Tatto Dayak (symbol keberanian) diadaptasi jadi logo perusahaan unit usaha
· Cerita rakyat Keling Kumang dijadikan brand story untuk pemasaran
· Output: Simbiosis mutualisme budaya dan ekonomi.
Mekanisme "Budaya Check"
Sebelum mengambil keputusan besar, KKKK melakukan "budaya check":
Pertanyaan budaya check:
1. Apakah keputusan ini menghormati adat setempat?
2. Apakah ada tradisi lokal yang bisa dimanfaatkan untuk implementasi?
3. Apakah ada nilai budaya yang akan dilanggar?
4. Bagaimana cara "membungkus" keputusan ini dalam bahasa budaya?
Contoh penerapan:
· Keputusan: akan membuka cabang di daerah baru
· Budaya check: daerah baru punya tradisi pemali (pantangan) tertentu
· Adaptasi: sebelum buka kantor, lakukan ritual adat minta izin, pilih lokasi yang tidak melanggar pemali
· Hasil: masyarakat menerima, tidak ada penolakan
Sistem "Penjaga Budaya"
KKKK membentuk Dewan Penasihat Adat:
· Anggota: tetua adat dari berbagai wilayah layanan
· Fungsi:
1. Memberi nasihat tentang tradisi lokal
2. Menjadi mediator dengan masyarakat adat
3. Memastikan koperasi tidak melanggar adat
4. Menerjemahkan kebijakan ke bahasa budaya
· Kekuatan: bukan hak veto, tapi moral authority
Statistik 2024:
· Anggota Dewan Penasihat Adat: 15 orang
· Rata-rata usia: 65 tahun (termuda 45, tertua 85)
· Pengaruh: 95% rekomendasi diikuti
BAGIAN III: STUDI KASUS—ADAPTASI DI BERBAGAI BUDAYA
Kasus 1: Adaptasi di Budaya Dayak (KKKK Sendiri)
Elemen budaya Dayak yang diadaptasi:
1. Sistem Kepemimpinan
· Tradisi: pemimpin dipilih berdasarkan keberanian dan kebijaksanaan (Keling dan Kumang)
· Adaptasi: kriteria pemimpin KKKK: berani mengambil risiko (seperti Keling) dan bijak mengelola (seperti Kumang)
· Proses pemilihan: tidak hanya voting, tapi juga "uji keberanian" (presentasi visi di depan ratusan orang) dan "uji kebijaksanaan" (jawab pertanyaan sulit)
2. Sistem Penyelesaian Konflik
· Tradisi: damai dengan ganti rugi adat (bukan hukum pidana/perdata)
· Adaptasi: pinjaman macet diselesaikan dengan musyawarah adat, bukan langsung proses hukum
· Contoh 2015: anggota menunggak Rp 50 juta. Diselesaikan dengan:
· Musyawarah keluarga besar di balai adat
· Tetua adat sebagai mediator
· Solusi: restrukturisasi utang + kerja bakti untuk koperasi sebagai ganti rugi moral
· Hasil: utang dilunasi dalam 2 tahun, hubungan tetap baik
3. Sistem Pemilikan
· Tradisi: tanah ulayat (milik komunitas, bukan individu)
· Adaptasi: aset koperasi dipahami sebagai "ulayat ekonomi"—milik bersama, dikelola bersama, hasil untuk bersama
· Implikasi: anggota tidak merasa sebagai "nasabah" tapi sebagai "pemilik bersama"
Hasil adaptasi: KKKK tidak dirasakan sebagai "lembaga asing" tapi sebagai "Huma Betang ekonomi" milik masyarakat Dayak.
Kasus 2: Adaptasi untuk Ekspansi ke Budaya Melayu
2010: KKKK berekspansi ke daerah pesisir dengan budaya Melayu yang berbeda.
Tantangan:
· Budaya Melayu lebih hierarkis
· Sistem kekerabatan berbeda
· Nilai-nilai Islam sangat kuat
Proses adaptasi:
1. Struktur Kepemimpinan
· Adaptasi: tidak bisa langsung one member one vote penuh
· Solusi: sistem dua kamar:
· Dewan Anggota (satu anggota satu suara)
· Dewan Syura (perwakilan ulama dan tokoh adat) dengan hak veto terbatas untuk hal-hal prinsip syariah
· Hasil: diterima semua kalangan
2. Sistem Keuangan
· Adaptasi: bunga (riba) dilarang dalam Islam
· Solusi: buka Unit Syariah terpisah dengan sistem bagi hasil (mudharabah/musyarakah)
· Integrasi: Unit Syariah tetap bagian dari KKKK, tapi dengan produk dan pengelolaan sesuai syariah
3. Kegiatan Sosial
· Adaptasi: budaya Melayu kuat dengan kegiatan keagamaan
· Solusi: rapat koperasi digabung dengan pengajian bulanan
· Waktu: setelah shalat Jumat atau pengajian malam
· Hasil: partisipasi tinggi (85%)
Outcome: cabang di daerah Melayu tumbuh 40% lebih cepat dari rata-rata.
Kasus 3: Adaptasi Model untuk Ekspansi ke Jawa (Proyeksi)
Tantangan teoretis untuk replikasi ke Jawa:
Karakter budaya Jawa yang perlu diadaptasi:
1. Konsep "Ewuh Pekewuh" (sungkan/tidak enakan)
· Dampak pada koperasi: anggota mungkin sungkan menyampaikan kritik, sungkan menagih utang, sungkan menolak permintaan
· Solusi adaptasi:
· Sistem kritik tanpa nama (anonymous feedback box)
· Mediator khusus untuk masalah "ewuh pekewuh"
· Budayakan "tepo seliro" (saling menghargai) sebagai dasar komunikasi
2. Sistem Patron-Klien yang Kuat
· Dampak: anggota mungkin lebih loyal pada tokoh tertentu daripada pada institusi
· Solusi adaptasi:
· Libatkan tokoh lokal sebagai "pemuka koperasi"
· Tapi dengan sistem rotasi agar tidak terlalu bergantung satu orang
· Bangun loyalitas pada sistem, bukan pada orang
3. Hierarki Sosial yang Tegas
· Dampak: orang "biasa" mungkin tidak berani bicara di hadapan "priyayi"
· Solusi adaptasi:
· Sistem giliran bicara dengan waktu sama untuk semua
· Aturan: tidak menyebut gelar/jabatan dalam rapat koperasi
· Prinsip: "di koperasi, kita semua sama-sama anggota"
4. Budaya "Nrimo" (menerima)
· Dampak: anggota mungkin pasrah dengan kondisi, kurang inisiatif
· Solusi adaptasi:
· Program "nrimo aktif": menerima kondisi tapi berusaha perbaiki
· Success story dari anggota yang berubah dari pasrah menjadi aktif
· Reward system untuk inisiatif dan inovasi
Model hipotetis: "Koperasi Jowo" dengan prinsip KKKK tapi dengan baju budaya Jawa.
BAGIAN IV: FORMULA ADAPTASI UNTUK 80.000 BUDAYA
Matrix Adaptasi Budaya
Untuk membantu 80.000 KDMP beradaptasi dengan budaya lokal, kita butuh matrix adaptasi.
Dimensi 1: Tipe Budaya (berdasarkan antropologi)
1. Komunal egaliter (seperti Dayak, Papua)
· Kekuatan: gotong royang alami, kepemilikan bersama
· Tantangan: mungkin kurang individuasi, inovasi lambat
· Strategi adaptasi: tekankan aspek komunitas, bangun dari struktur sosial yang ada
2. Komunal hierarkis (seperti Jawa, Bali)
· Kekuatan: respect for authority, sistem teratur
· Tantangan: inisiatif bawah mungkin terhambat
· Strategi adaptasi: libatkan pemimpin tradisional, tapi beri ruang suara semua
3. Individualis komunal (seperti Minang, Batak)
· Kekuatan: entrepreneurship alami, kompetisi sehat
· Tantangan: mungkin kurang kerjasama, ego sektoral
· Strategi adaptasi: bangun sistem yang menghargai individual achievement tapi dalam kerangka kolektif.
Dimensi 2: Elemen Budaya yang Perlu Diadaptasi
1. Sistem kepemimpinan
2. Pengambilan keputusan
3. Penyelesaian konflik
4. Konsep kepemilikan
5. Sistem reward and punishment
6. Komunikasi dan hubungan sosial
Matrix 3x6 menghasilkan 18 tipe adaptasi yang bisa dikustomisasi.
Toolkit Adaptasi Budaya
Setiap KDMP perlu toolkit adaptasi:
Tool 1: Cultural Mapping Template
· Template untuk memetakan nilai-nilai lokal
· Contoh pertanyaan:
· Siapa yang dihormati dalam masyarakat? Kenapa?
· Bagaimana keputusan penting biasanya diambil?
· Bagaimana masalah biasanya diselesaikan?
· Apa tradisi gotong royong yang ada?
· Apa pantangan/tabu yang harus dihormati?
Tool 2: Cultural Translation Guide
· Panduan menerjemahkan konsep koperasi ke bahasa lokal
· Contoh:
· "Koperasi" = [cari padanan lokal untuk "perkumpulan ekonomi"]
· "Anggota" = [cara masyarakat menyebut "bagian dari kelompok"]
· "Rapat" = [tradisi musyawarah lokal]
· "Simpanan" = [tradisi menabung/berkumpul sumberdaya]
Tool 3: Conflict Prevention Matrix
· Matriks untuk mencegah konflik budaya
· Contoh:
· Isu potensial: pemilihan pengurus
· Konflik budaya: mungkin bertentangan dengan tradisi suksesi
· Solusi: kombinasikan pemilihan demokratis dengan restu adat
Tool 4: Cultural Innovation Lab
· Metode untuk berinovasi bersama masyarakat
· Prinsip: jangan imposisi, tapi co-creation dengan pemegang budaya
Proses Adaptasi 1 Tahun untuk KDMP
Bulan 1-3: Cultural Immersion
· Aktivitas: pengurus tinggal di desa, ikut kegiatan sehari-hari, dengar cerita tetua
· Output: laporan pemahaman budaya awal
· Target: bisa menjelaskan minimal 5 nilai inti budaya lokal
Bulan 4-6: Co-Design
· Aktivitas: workshop dengan tokoh masyarakat untuk mendesain bersama "wajah" koperasi
· Metode: focus group discussion, design thinking
· Output: draft AD/ART yang mengakomodasi budaya lokal
Bulan 7-9: Pilot Testing
· Aktivitas: uji coba proses kunci (misal: rapat pertama, pemberian pinjaman pertama)
· Evaluasi: apakah "nyaman" secara budaya?
· Adjustment: perbaiki berdasarkan feedback
Bulan 10-12: Launch dan Ritualisasi
· Aktivitas: launching resmi dengan ritual adat
· Ritual: meminta restu leluhur, simbolisasi sesuai tradisi
· Output: koperasi yang "ditahbiskan" oleh budaya lokal
BAGIAN V: TANTANGAN ADAPTASI BUDAYA
Dilema Adaptasi: Antara Mempertahankan dan Mengubah
Setiap adaptasi menghadapi 3 dilema utama:
Dilema 1: Tradisi vs Modernitas
· Contoh: musyawarah sampai mufakat vs efisiensi waktu
· Solusi KKKK: musyawarah terpandu dengan fasilitator yang mengatur waktu tapi tetap menghormati proses
Dilema 2: Kesetaraan vs Hierarki
· Contoh: one member one vote vs respect untuk senior/tokoh
· Solusi KKKK: sistem dua suara—satu suara formal (sama untuk semua), satu suara moral (pertimbangan khusus untuk senior dalam hal tertentu)
Dilema 3: Universalitas vs Partikularitas
· Contoh: prinsip koperasi universal vs kearifan lokal unik
· Solusi KKKK: prinsip universal dalam baju lokal
Bahaya "Budaya Palsu" (Cultural Appropriation)
Adaptasi budaya berisiko menjadi cultural appropriation—mengambil simbol budaya tanpa menghormati maknanya.
Contoh buruk:
· Menggunakan simbol sakral untuk iklan komersial
· Mengklaim memahami budaya padahal hanya kulit luarnya
· Mengeksploitasi budaya untuk keuntungan ekonomi semata
Prinsip KKKK untuk menghindari appropriation:
1. Co-creation: libatkan pemegang budaya sejak awal
2. Respect: hormati makna asli simbol
3. Benefit sharing: keuntungan ekonomi juga untuk pelestarian budaya
4. Continuous learning: selalu belajar, tidak pernah merasa sudah tahu
Contoh baik KKKK:
· Penggunaan nama Keling Kumang: didahului penelitian mendalam, restu dari tetua adat, komitmen untuk menjaga makna
· Penggunaan motif Dayak: tidak asal tempel, tapi dengan penjelasan makna setiap motif
· Ritual adat dalam kegiatan: dilakukan dengan tata cara yang benar, dipimpin oleh yang berwenang
Mengukur Keberhasilan Adaptasi Budaya
Adaptasi budaya tidak bisa hanya dirasakan, harus diukur:
Indikator keberhasilan adaptasi:
1. Tingkat Penerimaan Masyarakat
· Survei: "Apakah koperasi ini terasa sebagai bagian dari masyarakat kita?"
· Target: >80% setuju
2. Partisipasi Tokoh Budaya
· Jumlah tokoh budaya (tetua adat, pemuka agama) yang aktif terlibat
· Target: minimal 70% tokoh budaya di wilayah terlibat
3. Penggunaan Bahasa dan Simbol Lokal
· % penggunaan istilah lokal vs istilah "asing"
· Target: minimal 50% istilah lokal
4. Konflik Budaya
· Jumlah konflik yang muncul karena benturan budaya
· Target: maksimal 1 konflik serius per tahun
5. Regenerasi Pemahaman Budaya
· % pengurus muda yang memahami budaya lokal
· Target: 100% pengurus paham dasar-dasar budaya lokal
BAGIAN VI: VISI 2045—INDONESIA YANG BERAKAR DAN BERSAING
KKKK 2045: Model Adaptasi Budaya Global
Pada 2045, KKKK mungkin telah menjadi:
1. Living Museum of Economic Cultures
· Tidak hanya melestarikan budaya, tapi menghidupkannya dalam ekonomi modern
· Contoh: tradisi tenun tidak hanya jadi pertunjukan, tapi industri kreatif yang sustainable
· Prinsip: budaya bukan beban masa lalu, tapi aset masa depan
2. Cultural Innovation Hub
· Tempat dimana tradisi dan inovasi bertemu
· Contoh: teknologi blockchain untuk melacak asal-usul produk budaya
· Prinsip: tradisi memberi makna, teknologi memberi skalabilitas
3. Global Ambassador of Indigenous Economics
· Mengekspor bukan hanya produk, tapi model adaptasi budaya
· Contoh: membantu komunitas adat di negara lain mengadaptasi model KKKK
· Prinsip: setiap budaya punya kearifan ekonomi sendiri
Indonesia 2045: Kebhinekaan Ekonomi
Jika 80.000 KDMP berhasil beradaptasi dengan budaya lokal:
1. Ekonomi yang Tidak Seragam tapi Terintegrasi
· Setiap daerah punya ciri khas ekonomi sesuai budayanya
· Contoh: Bali dengan ekonomi kreatif berbasis budaya Hindu, Papua dengan ekowisata berbasis budaya suku, dll
· Tapi semua terintegrasi dalam sistem nasional yang saling mendukung
2. Ketahanan Budaya melalui Ekonomi
· Budaya tidak hanya dilestarikan melalui museum, tapi dihidupi melalui ekonomi
· Contoh: generasi muda tetap mau belajar tradisi karena ada nilai ekonominya
· Prinsip: pelestarian terbaik adalah pemanfaatan yang bijak
3. Soft Power Indonesia di Dunia
· Indonesia dikenal bukan hanya sebagai negara dengan banyak budaya, tapi negara yang berhasil mengintegrasikan budaya dalam pembangunan ekonomi
· Model "KKKK untuk dunia": bagaimana menghormati budaya lokal sambil membangun ekonomi modern
· Dampak: menjadi rujukan dunia untuk pembangunan inklusif
4. Rekonsiliasi Modernitas dan Tradisi
· Tidak ada lagi dikotomi "maju" vs "tradisional"
· Masyarakat modern yang tetap berakar pada tradisi
· Ekonomi maju yang tetap manusiawi dan berbudaya
Paradigma Baru Pembangunan Berbasis Budaya
Perlu perubahan paradigma nasional:
Dari: pembangunan yang sering mengabaikan atau bahkan menghancurkan budaya lokal
Menjadi: pembangunan yang berbasis dan memperkuat budaya lokal
Dari: modernisasi sebagai proses meninggalkan tradisi
Menjadi: modernisasi sebagai proses menyempurnakan tradisi
Dari: "satu model untuk semua" (one-size-fits-all)
Menjadi:"banyak model sesuai konteks" (context-specific models)
Dari: masyarakat lokal sebagai objek pembangunan
Menjadi: masyarakat lokal sebagai subjek dan sumber inspirasi pembangunan
Peran pemerintah: memfasilitasi proses adaptasi, bukan memaksakan model baku.

EPILOG: KOPERASI SEBAGAI JEMBATAN ANTARA DUNIA
Seorang tetua Dayak pernah bilang: "Orang kota bilang kami terbelakang karena masih pegang tradisi. Tapi lihatlah: dalam tradisi kami, tidak ada orang kelaparan sendirian. Dalam tradisi kami, hutan tetap lestari. Dalam tradisi kami, anak menghormati orangtua. Mana yang lebih maju?"
KKKK telah membuktikan: tradisi bukan halangan untuk kemajuan, tapi fondasi. Kearifan lokal bukan beban masa lalu, tapi panduan masa depan.
Adaptasi budaya yang dilakukan KKKK bukan sekadar strategi marketing. Ia adalah filosofi hidup: bahwa pembangunan sejati adalah yang menghormati akar, bahwa kemajuan sejati adalah yang tidak meninggalkan jati diri, bahwa kekayaan sejati adalah yang tidak hanya materi tapi juga makna.
Dari Huma Betang di Kalimantan, filosofi ini siap menyebar ke 80.000 bentuk rumah adat di Nusantara. Setiap adaptasi akan unik, seperti setiap budaya unik. Tapi prinsipnya sama: menghormati yang lama untuk membangun yang baru, menjaga akar untuk menjangkau langit.
Dan dalam proses ini, koperasi bukan hanya lembaga ekonomi. Ia menjadi jembatan: antara tradisi dan modernitas, antara lokal dan global, antara ekonomi dan budaya, antara material dan spiritual.
Jembatan yang tidak hanya menyeberangkan barang dan uang, tapi juga nilai-nilai kemanusiaan yang abadi.
__
"Bank hanya mengenal angka. Koperasi mengenal nama, cerita, dan budaya. Itulah mengapa bank hanya meminjamkan uang, tapi koperasi meminjamkan masa depan—masa depan yang tidak melupakan asal-usul."
*Penulis adalah Prof. Dr. Ir. Agus Pakpahan, Ph.D., Rektor IKOPIN University sejak 29 Mei 2023 untuk periode 2023–2027. Ia dikenal sebagai ekonom pertanian yang menaruh perhatian pada penguatan ekosistem perkoperasian dan tata kelola kebijakan publik.



Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *