KONSULTASI
Logo

Indonesia Bisa Belajar dari Sejarah Berdirinya Land Grant University Lincoln

11 Desember 2025
AuthorHendrik Khoirul
EditorDwi Fatimah
Indonesia Bisa Belajar dari Sejarah Berdirinya Land Grant University Lincoln
HOT NEWS

sawitsetara.co – JAKARTA – Prof. Dr. Ir. Agus Pakpahan, Ph.D, seorang pakar Agroekonomi, mengemukakan bahwa ilmu pengetahuan di Indonesia belum dirancang untuk mendukung pembangunan ekonomi baru Republik Kooperatif. Kurikulum di universitas masih mengajarkan model pertumbuhan neoklasik yang mengabaikan ketimpangan.

“Contohnya, studi kasus kesuksesan korporasi kapitalis lebih diutamakan daripada studi kasus koperasi yang sukses seperti Koperasi Kredit Keling Kumang,” kata Prof. Agus Pakpahan dalam keterangan tertulis yang diterima sawitsetara.co, Senin (8/12/2025).

Sawit Setara Default Ad Banner

Kendati demikian, pihaknya menjabarkan bahwa Indonesia bisa belajar dari sejarah berdirinya Land Grant University Lincoln. Tahun 1862, Amerika sedang dalam perang saudara. Lincoln menandatangani Morrill Act, menciptakan Land Grant University dengan tiga misi revolusioner:

1. Mengajar (teaching): Pendidikan praktis untuk rakyat biasa.

2. Riset (research): Ilmu terapan untuk menyelesaikan masalah nyata.

3. Ekstensi (extension): Membawa ilmu ke masyarakat, bukan menunggu di kampus.

Philosophy-nya radikal: Pengetahuan tidak boleh menjadi monopoli elite. Ilmu harus melayani pembangunan bangsa. Pendidikan pertanian tidak hanya untuk tuan tanah, tapi untuk petani kecil,” kata dia.

Mantan Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (1998-2003) ini mengatakan, berdirinya kampus tersebut di tengah keadaan gentingnya Amerika membuahkan hasil gemilang. Revolusi hijau: Produktivitas pertanian meledak. Demokratisasi pengetahuan: Rakyat biasa jadi ilmuwan. Inovasi sistemik: Penelitian langsung menyelesaikan masalah petani.

Menurut Prof. Agus Pakpahan, Indonesia 2024 mirip Amerika 1862 dalam beberapa hal, seperti krisis sistemik ekonomi dan ekologi, membutuhan transformasi model ekonomi, hingga kesenjangan pengetahuan antara elite dan rakyat. Tapi untuk menjadi seperti revolusi Amerika, kata dia, Indonesia perlu versi abad ke-21.

“Bukan Land Grant untuk pertanian industrial, tapi Cooperative Grant untuk ekonomi kolektif regeneratif,” tegasnya.

Sawit Setara Default Ad Banner

Prof. Agus Pakpahan menjabarkan, berbeda dengan universitas konvensional yang sering “dari teori ke praktik”, CGU menganut epistemologi praksis. Mulai dari pengetahuan lahir dari praktik, kemudian reori dikembangkan untuk memahami dan mereplikasi kesuksesan. Dan, kembali ke praktik dengan intervensi yang lebih canggih.

“Contoh: Daripada mulai dari teori ekonomi abstrak, mahasiswa CGU akan mulai dari live case. Bagaimana koperasi membangun kepercayaan? Bagaimana sistem bagi hasil bekerja? Bagaimana teknologi digunakan tanpa mengalienasi anggota?” katanya.

Sebagai informasi, Republik Kooperatif merupakan usulan reformasi ekonomi agar masa depan tata kelola ekonomi Indonesia harus bergerak menuju model kolaboratif yang menggabungkan kekuatan negara, pasar, dan masyarakat dalam satu ekosistem kooperatif.


Berita Sebelumnya
GAPKI Soroti Lambatnya PSR dan Dampak Kebijakan B50 terhadap Ekspor maupun Harga Minyak Goreng

GAPKI Soroti Lambatnya PSR dan Dampak Kebijakan B50 terhadap Ekspor maupun Harga Minyak Goreng

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono menyampaikan pandangannya terkait sejumlah isu krusial dalam industri kelapa sawit. Mulai dari lambatnya peremajaan sawit rakyat (PSR) hingga potensi dampak kebijakan B50 terhadap ekspor dan harga minyak goreng dalam negeri.

| Berita

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *