sawitsetara.co – JAKARTA – Perang tidak hanya dengan senjata tapi saat ini perang dilakukan oleh narasi-narasi. Hal itulah yang terjadi saat ini pada komoditas kelapa sawit. Tidak sedikit narasi-narasi negatif atau NLW (naratif and legal warfare) yang ditujukan kepada sawit.
Ini adalah bentuk perang modern yang menggunakan alat non-militer untuk mencapai tujuan politik dan strategis, di mana perang naratif berfokus pada pembentukan persepsi publik melalui cerita dan pesan, sedangkan perang hukum (lawfare) memanfaatkan sistem hukum, aturan internasional, dan institusi hukum untuk melemahkan musuh.
Alhasil tidak sedikit yang terpengaruh terhadap narasi-narasi tersebut. “Menyikapi hal tersebut maka diperlukan konsolidasi antar pelaku usaha dengan pemerintah untuk melawan hal tersebut,” ungkap Dr. Mutiara Panjaitan, SH., MH., M.Kn, Dewan Pakar Bidang Kebijakan Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP APKASINDO) kepada sawitsetara.co dalam diskusi publik di Jakarta, Rabu (24/9/2025).
Menurut Mutiara, banyak narasi-narasi yang dikumandangkan dari negara luar tidak berdasarkan ilmiah atau fakta yang sesungguhnya. Narasi yang menyudutkan sawit adalah untuk mematikan komoditas tersebut.
Kendati itu dilakukan karena tidak sedikit ekspor sawit baik dalam bentuk crude palm oil (CPO) dan turunannya ke negara luar.
Seperti diketahui, pada tahun 2024, total volume ekspor minyak sawit Indonesia adalah 29,5 juta ton, yang merupakan 53,1% dari total produksi minyak sawit 2024 sebesar sekitar 55,5 juta ton. Sementara itu, konsumsi domestik pada 2024 mencapai sekitar 26,1 juta ton (termasuk untuk biodiesel B40 sebesar 13,6 juta ton), yang setara dengan sekitar 47% dari total produksi.
“Jadi industri ini bukan hanya meningkatkan ekonomi masyarakat atau petani tapi juga memberikan sumbangsih kepada negara,” papar Mutiara.
Bukan hanya itu, lanjut Mutiara, belakangan ini sawit bukan hanya untuk pangan tapi juga untuk energi, dan ini selaras dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
Narasi-narasi tersebut diciptakan karena sawit telah menjadi ancaman bagi para negara importir sawit. Hal ini Karena di negara-negara tersebut juga sebagai penghasil minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai dan bunga matahari.
“Jadi mereka menyerang sawit melalui narasi-narasi karena dari segi harga sawit jauh lebih kompetitif,” jelas Mutiara.
Lalu, Mutiara menambahkan, dari segi produktivitas sawit juga jauh lebih baik dibandingkan minyak kedelai dan bunga matahari. “Melihat hal ini maka tidaklah heran jika negara luar mengeluarkan narasi yang tidak berdasarkan ilmiah atau fakta,” jelas Mutiara.
Ditempat yang sama, Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan Taufanto mengatakan Indonesia harus kuat dalam menghadapi serangan narasi dan hukum, atau NLW dari pihak asing.
Harus diakui bahwa serangan NLW sangat berbahaya karena berdampak langsung pada stabilitas politik dan ekonomi yang dapat memicu perpecahan bangsa.
"Ada upaya sistematis dari pihak eksternal yang mencoba menyerang kedaulatan Indonesia melalui pintu narasi dan hukum," kata Donny.
Donny juga menerangkan bahwa serangan NLW kerap menargetkan isu-isu tentang komoditas strategis yang dilindungi dalam UU Perkebunan, seperti kelapa sawit dan tembakau, selain juga produk-produk pertambangan.
Isu-isu di bidang itu kerap diserang karena komoditas tersebut sangat berperan penting dalam pembangunan perekonomian negara.
"Di bidang politik negara, yang kerap diserang adalah institusi yang bertanggung jawab menjaga kedaulatan negara,” tambah Donny.
Sehingga untuk menangkal dampak NLW, penting menerapkan konsep Defence Intellectual Management (DIM) yang digagas Menteri Pertahanan RI Sjafrie Sjamsoeddin. DIM bukan sekadar konsep belaka melainkan keniscayaan, resultan dari kualitas praktis dan akademis yang diterapkan dalam interaksi kepemimpinan dan manajemen untuk membangun kekuatan pertahanan.
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *