KONSULTASI
Logo

Sawit, Banjir, dan Kesalahan Membaca Kenyataan

8 Desember 2025
AuthorTim Redaksi
EditorHendrik Khoirul
Sawit, Banjir, dan Kesalahan Membaca Kenyataan
HOT NEWS

sawitsetara.co - BOGOR - Setiap kali banjir bandang terjadi, terutama di wilayah pedesaan dan pinggiran kota, tudingan kerap diarahkan ke kebun sawit. Seolah-olah kehadiran sawit otomatis identik dengan bencana hidrologi. Cara berpikir semacam ini terdengar meyakinkan di permukaan, tetapi sesungguhnya berpotensi menyesatkan dan justru menghalangi kita memahami persoalan yang sebenarnya.

Kesalahan pertama terletak pada cara membandingkan. Banyak kajian dan pernyataan publik membandingkan kinerja hidrologi kebun sawit dengan hutan alam primer. Padahal, dalam kenyataan lapangan, sangat sedikit kebun sawit yang dibangun melalui konversi langsung hutan alam primer. Pada umumnya, kebun sawit hadir di lahan yang sebelumnya telah terdegradasi: semak belukar, alang-alang, atau paling baik hutan sekunder.

Perbandingan yang tidak setara ini—hutan primer versus kebun sawit—ibarat menilai kualitas rumah sederhana dengan membandingkannya langsung dengan cagar budaya yang utuh. Jika tujuan kita adalah memahami dampak perubahan tutupan lahan, maka pembanding yang jujur seharusnya adalah semak, belukar, atau hutan sekunder, bukan hutan primer yang memang memiliki fungsi ekologis tertinggi.

natal dpp

Kesalahan kedua adalah mengabaikan konteks geomorfologi dan spasial. Kebun sawit umumnya dibangun di dataran rendah, sering kali di bawah 400 meter di atas permukaan laut. Secara hidrologis, wilayah dataran rendah memang lebih berpeluang menjadi daerah terlanda banjir ketimbang menjadi sumber utama banjir bandang. Air dari kawasan hulu—apa pun penutup lahannya—secara alami akan bergerak ke wilayah yang lebih rendah.

Dalam banyak kasus, kebun sawit justru berada di posisi sebagai “penerima” aliran air, bukan penyebab awalnya. Jika aspek topografi dan posisi dalam suatu daerah aliran sungai diabaikan, maka analisis apa pun mudah jatuh pada kesimpulan yang keliru.

Kesalahan ketiga adalah memisahkan sawit dari lanskap sosial-ekologis yang sesungguhnya. Sawit tidak pernah hadir sendirian dalam satu bentang lahan. Di sekitarnya sering terdapat kebun karet, kakao, kelapa, singkong, ladang jagung, pemukiman, jalan, bahkan kawasan industri dan perkotaan. Seluruh elemen ini secara bersama-sama membentuk respon hidrologi wilayah.

Mengaitkan satu jenis tanaman—sawit—secara tunggal dengan peristiwa banjir bandang berarti menyederhanakan sistem yang kompleks menjadi kambing hitam yang mudah disebutkan. Pendekatan ini bukan hanya tidak adil, tetapi juga tidak produktif bagi perbaikan kebijakan.

natal dpp

Yang lebih mengkhawatirkan, narasi simplistik semacam ini membuat kita kehilangan kesempatan emas untuk memahami penyebab nyata banjir: kerusakan kawasan hulu, perubahan tata ruang yang tak terkendali, kegagalan sistem drainase, pendudukan dataran banjir, serta lemahnya pengelolaan daerah aliran sungai secara terpadu.

Jika setiap bencana selalu dijelaskan dengan satu jawaban instan—“ini akibat sawit”—maka diskusi publik berhenti sebelum sempat menyentuh akar masalah. Padahal, justru pemahaman yang jujur, kontekstual, dan berbasis kenyataan lapanganlah yang kita perlukan untuk mencegah bencana serupa di masa depan.

Mengkritik sawit tentu sah, bahkan perlu. Tetapi kritik yang baik harus berdiri di atas perbandingan yang setara, konteks spasial yang tepat, dan pemahaman sistemik terhadap bentang alam. Tanpa itu, kita bukan sedang mencari kebenaran, melainkan sekadar memuaskan kebutuhan akan tertuduh. Dan ketika cara berpikir kita keliru, kebijakan yang lahir darinya pun berpeluang besar meleset dari sasaran.

*Penulis adalah Prof. Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, M.Sc. adalah Guru Besar di Institut Pertanian Bogor (IPB) yang memiliki keahlian di bidang Ekonomi Kehutanan dan Lingkungan. Ia dikenal karena kritiknya terhadap kebijakan lingkungan dan pandangannya mengenai isu-isu seperti deforestasi dan pengelolaan sumber daya alam.



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *