sawitsetara.co – ISTANBUL – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) turut mengikuti kegiatan Malaysia Palm Oil Forum (MPOF) yang diselenggarakan di Istanbul, Turkiye pada Rabu (8/10/2025). Agenda ini disebut penting lantaran Turkiye adalah pasar strategis yang dapat menghubungkan pangsa pasar Timur Tengah dan juga pasar Eropa.
Dalam pertemuan ini, APKASINDO diwakili Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) APKASINDO, Dr. Rino Afrino. ST.MM,C.APO dan Head of International Relation APKASINDO Dr. (cn) Djono A. Burhan, S.Kom, MMgt (Int. Bus), CC, CL.
Dr. Rino menyampaikan bahwa Turkiye mengimpor kelapa sawit dengan total mencapai 1 juta metrik ton saban tahunnya di mana 95%-nya didapatkan dari Malaysia. Menanggapi fenomena ini, Dr. Rino mengatakan Indonesia terkesan abai dengan pasar yang sangat strategis. Apalagi, pangsa pasar Turkiye bisa menjadi jembatan antara Timur Tengah dan Eropa.
“Kita terkesan tidur dengan pasar yang sangat strategis ini yang bisa menghubungkan Timur Tengah dan juga Eropa,” kata Dr. Rino kepada sawitsetara.co.
Pada pertemuan ini, Dr. Rino dan Dr. (cn) Djono mendapat perintah dari Ketua Umum DPP APKASINDO Dr. Gulat ME Manurung, MP., C.IMA. untuk mempelajari dan juga melihat potensi sawit di Turkiye. Apalagi, Indonesia–yang mengeskpor 3 juta ton minyak sawit ke Eropa tiap tahun, terancam regulasi EUDR yang akan diberlakukan pada 2026.
“Jadi kita harus mencari pangsa pasar potensial sebagai salah satu upaya antisipasi jika harga permintaan minyak sawit di Uni Eropa menurun,” kata Djono.
Lebih lanjut, Djono mengatakan, perintah Ketum DPP APKASINDO ini merupakan bagian dari tujuan untuk menjaga harga tandan buah segar (TBS) petani kelapa sawit di Indonesia. Sebab, kata dia, jika permintaan dari negara-negara konsumen menurun berarti akan menyebabkan stok sawit di Tanah Air meningkat.
“Kondisi ini akan menurunkan harga TBS petani kelapa sawit dan ini sangat-sangat tidak kita inginkan,” jelasnya.
Djono menambahkan pertemuan ini juga penting bagi pemerintah Indonesia untuk mempercepat pelaksanaan Comprehensive Economic Partnership antara Indonesia dan Turkiye. Terutama setelah pemerintah melaksanakan Indonesia European Union Comprehensive Partnership (IEUCPA).
“Seharusnya untuk membangun Free Trade Agreement atau FTA Indonesia dan Turkiye tidaklah sulit dan ini menjadi peluang yang besar bagi peningkatan pangsa pasar sawit di Turkiye,” katanya.
Dalam pertemuan ini, Djono mengatakan, Direktur Pelaksana dan pendiri Glenauk Economics Julian Mcgill yang menjadi narasumber menyampaikan bahwa saat ini kelapa sawit seharusnya sudah dikatakan sebagai premium oil. Pasalnya, harga sawit itu sudah melampaui harga soybean oil dan sudah menjadi harga minyak nabati termahal.
Peningkatan harga minyak sawit ini, disebabkan menurunnya stok terkhusus dari Indonesia sebagai produsen dan konsumen terbesar komoditas ini. Selain itu, harga yang mahal juga diasosiasikan dengan kualitas yang bagus. Karenanya, sudah saatnya orang menilai bahwa sawit adalah minyak nabati yang memang berkualitas.
“Karena sesuai dengan fakta kelapa sawit itu berkualitas dan bermanfaat bagi tidak menimbulkan masalah kesehatan,” tutup Djono.
Tags:
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *