
sawitsetara.co - JAKARTA – Ditengah-tengah program pemerintah untuk mendorong hillirisasi, Ketua Dewan Pengurus Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPW APKASINDO) Sumatera Barat (Sumbar), Jufri Nur berharap hilirisasi tidak hanya untuk kalangan industri, tapi juga petani.
“Kita mendukung hilirisasi, tapi kita petani juga ingin adanya hilirisasi di kalangan petani. Petani tidak hanya menjual tandan buah segar (TBS) tapi juga bisa mempunyai pabrik melalui koperasi sebagai badan hukumnya,” harap Jufri, kepada sawitsetara.co, Selasa (25/11/2025).
Artinya, lanjut Jufri, pihaknya berharap petani bisa mendirikan pabrik kelapa sawit (PKS) yang tidak hanya mengolah dari TBS menjadi CPO (Crude Palm Oil) saja, tapi juga PKS untuk minyak goreng meskipun skalanya mini.
“Sehingga jika petani bisa mendirikan pabrik minyak goreng maka petani bisa menjual hasil dari kebunnya, minimal untuk masyarakat sekitar. Selain itu, petani juga tidak khawatir jika sewaktu-waktu harga minyak goreng naik, ” tambah Jufri.

Disisi lain, Jufri menyayangkan ditengah-tengah program biodiesel 50 persen berbahan sawit atau dikenal dengan B50, justru harga TBS di beberapa daerah justru turun, termasuk diantaranya Sumatera Barat (Sumbar).
“Jadi saat ini harga TBS ditingkat petani swadaya sekitar Rp2.900/kilogram (kg). Padahal sebelumnya harga diatas Rp3000/kg atau sekitar Rp3300/kg. Harganya turun banyak sekali,” keluh Jufri. Padahal, adanya program biodiesel diharapkan untuk meningkatkan harga TBS ditingkat petani.

Disisi lain, lanjut Jufri, rendahnya serapan program peremajaan sawit rakyat (PSR) ditingkat petani Sumbar yakni karena lahan petani diwilayah Sumbar sebagian adalah tanah ulayat. Alhasil petani tidak bisa mengajukan program PSR.
Seperti diketahui, tanah ulayat adalah tanah yang dimiliki secara komunal oleh masyarakat hukum adat, bukan milik perorangan. Kepemilikan dan pengelolaannya diatur oleh adat istiadat yang berlaku dan diwariskan turun-temurun untuk kepentingan hidup dan kesejahteraan bersama anggota masyarakat adat.
Menyikapi hal tersebut, Jufri berharap agar aturan untuk PSR bisa disederhanakan atau dipermudah agar tanah ulayat bisa mengikuti program PSR. Hal ini penting karena untuk mendorong program B50 diperlukan tambahan stok CPO agar ekspor tidak berkurang namun program B50 tetap berjalan.
“Kita berharap aturan PSR bisa di sederhanakan agar budidaya kelapa sawit di wilayah tanah ulayat bisa mengikuti program PSR. Sebab jika PSR berjalan maka otomatis produksi nasional akan meningkat,” pungkas Jufri.

Tags:



Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *