
Sawitsetara.co – JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) mengambil langkah signifikan untuk mendukung sertifikasi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 33 Tahun 2025 atau Permentan 33/2025.
Regulasi ini menjadi landasan baru bagi Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO), dengan tujuan utama memperkuat tata kelola industri sawit, mendorong praktik perkebunan yang berkelanjutan, dan meningkatkan daya saing global.
Permentan 33/2025 mencakup beberapa komponen kunci yang dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan:
1. Pembaruan Standar ISPO
Standar ISPO diperbarui untuk memastikan bahwa praktik perkebunan kelapa sawit di Indonesia selaras dengan standar keberlanjutan yang diakui secara internasional. Pembaruan ini mencakup aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi.

2. Pedoman yang Lebih Jelas dan Terukur
Regulasi ini menyediakan pedoman operasional yang lebih jelas dan terukur bagi pelaku usaha perkebunan sawit. Pedoman ini mencakup aspek legalitas, teknis budidaya, lingkungan, dan pemenuhan prinsip keberlanjutan.
3. Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas
Permentan 33/2025 dirancang untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit. Hal ini diharapkan dapat mengurangi praktik-praktik yang merugikan lingkungan dan masyarakat.
4. Harmonisasi dengan Kebijakan Sektoral Lain
Regulasi ini juga memberikan ruang untuk harmonisasi dengan berbagai kebijakan sektoral lain yang berkaitan dengan tata kelola sumber daya alam dan keberlanjutan.
Dampak dan Implikasi bagi Pelaku Usaha

Implementasi Permentan 33/2025 akan memberikan dampak langsung pada pelaku usaha perkebunan kelapa sawit. Beberapa implikasi penting yang perlu diperhatikan meliputi:
1. Kebutuhan Penyusunan Dokumen:
Pelaku usaha perlu menyusun dokumen yang sesuai dengan persyaratan baru yang ditetapkan dalam Permentan. Hal ini termasuk dokumen yang berkaitan dengan legalitas, pengelolaan lingkungan, dan praktik budidaya yang berkelanjutan.
2. Pemenuhan Standar Teknis:
Pelaku usaha harus memenuhi standar teknis yang ditetapkan dalam Permentan. Standar ini mencakup aspek-aspek seperti pengelolaan lahan, penggunaan pupuk dan pestisida, serta pengelolaan limbah.
3. Penyesuaian Metode Pengelolaan:
Pelaku usaha perlu menyesuaikan metode pengelolaan lahan dan lingkungan agar sesuai dengan prinsip-prinsip keberlanjutan. Hal ini mungkin melibatkan perubahan dalam praktik budidaya, pengelolaan limbah, dan konservasi sumber daya alam.

Manfaat Jangka Panjang
Selain dampak langsung pada pelaku usaha, Permentan 33/2025 juga memiliki manfaat jangka panjang bagi industri kelapa sawit Indonesia dan masyarakat secara keseluruhan:
1. Peningkatan Citra Industri
Dengan menerapkan praktik perkebunan yang berkelanjutan, industri kelapa sawit Indonesia dapat meningkatkan citra positif di mata konsumen dan pasar internasional.
2. Peningkatan Daya Saing:
Standar sertifikasi yang kuat akan membantu Indonesia menjaga dan meningkatkan daya saing di pasar global.
3. Kontribusi Terhadap Pembangunan Berkelanjutan:
Permentan 33/2025 berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan dengan memastikan bahwa industri kelapa sawit memberikan dampak positif bagi lingkungan, sosial, dan ekonomi.
4. Meningkatkan Kredibilitas Sertifikasi
Pemerintah berupaya menata ulang mekanisme penilaian sertifikasi agar lebih kredibel dan mampu mendukung keberlanjutan produksi sawit nasional.
Permentan 33/2025 merupakan langkah penting dalam transformasi industri kelapa sawit Indonesia menuju keberlanjutan. Dengan menerapkan regulasi ini, diharapkan industri kelapa sawit dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat.



Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *