
sawitsetara.co - JAKARTA – Ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia diproyeksikan masih menghadapi tekanan pada tahun 2026. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menilai stagnasi produksi, peningkatan konsumsi domestik, serta rencana penerapan mandatori biodiesel 50% (B50) berpotensi membatasi volume ekspor sawit nasional.
Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia menghadapi tantangan struktural di tengah meningkatnya permintaan global. Kondisi ini dinilai berisiko menekan kinerja ekspor CPO sekaligus memicu tekanan harga di pasar domestik.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono menyampaikan bahwa produksi minyak sawit dari dua negara produsen utama dunia, yakni Indonesia dan Malaysia, cenderung stagnan dalam beberapa tahun terakhir. Di sisi lain, permintaan global terhadap minyak nabati justru terus meningkat.
“Ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan ini menjadi tantangan utama industri sawit pada 2026. Stagnasi produksi terjadi di tengah kebutuhan pangan dan energi yang terus tumbuh, baik di pasar domestik maupun global,” ungkap Eddy, dalam keterngan tertulis.
Meski menghadapi keterbatasan pasokan, lanjut Eddy, ekspor CPO Indonesia sepanjang 2025 masih menunjukkan kinerja positif. Berdasarkan data GAPKI, volume ekspor CPO hingga Oktober 2025 mencapai 27,69 juta ton, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 24,84 juta ton.²
Peningkatan ekspor ini terutama ditopang oleh harga minyak sawit yang lebih kompetitif dibandingkan minyak nabati lain. Sejak April 2025, harga minyak sawit tercatat berada di bawah harga minyak bunga matahari dan minyak kedelai.
“Kondisi tersebut berbeda dengan tahun 2024, ketika harga minyak sawit sempat berada di atas harga minyak nabati pesaingnya dan berdampak pada penurunan ekspor,” jelas Eddy.
Produksi Stagnan Berpotensi Dorong Harga dan Inflasi
Lebih lanjut, GAPKI memproyeksikan stagnasi produksi minyak sawit berpotensi berlanjut hingga 2026. Dengan pasokan yang terbatas dan permintaan yang terus meningkat, harga minyak sawit diperkirakan akan kembali menguat.³
Eddy Martono menekankan bahwa Indonesia tidak hanya berperan sebagai produsen terbesar minyak sawit dunia, tetapi juga merupakan konsumen terbesar. Kondisi ini dinilai dapat meningkatkan tekanan inflasi, khususnya pada sektor pangan dan energi.
Konsumsi Domestik Naik, Ruang Ekspor Menyempit
Peningkatan konsumsi minyak sawit dalam negeri menjadi faktor lain yang menekan ekspor. GAPKI mencatat konsumsi minyak sawit domestik pada periode Januari–Oktober 2025 mencapai 20,68 juta ton, meningkat dari 19,64 juta ton pada periode yang sama tahun sebelumnya.
“Kenaikan konsumsi tersebut sebagian besar didorong oleh sektor energi melalui program biodiesel. Dengan produksi yang stagnan, peningkatan konsumsi domestik secara langsung mempersempit ruang pasokan untuk ekspor CPO,” ungkap Eddy.
Rencana penerapan mandatori biodiesel B50 dinilai menjadi sentimen utama yang berpotensi menekan ekspor CPO Indonesia pada 2026. Menurut Eddy, dalam kondisi pasokan yang terbatas, peningkatan penyerapan CPO untuk kebutuhan dalam negeri akan mengurangi volume ekspor.
“Tidak mungkin yang dikurangi adalah pasokan untuk kebutuhan dalam negeri,” ujar Eddy.¹
Dengan demikian, GAPKI memperkirakan ekspor CPO Indonesia pada 2026 berpotensi menurun atau setidaknya stagnan dibandingkan dengan realisasi 2025.


Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *