KONSULTASI
Logo

Harga CPO Diproyeksi Bullish hingga 2026, Pasar Sawit Global Masuki Fase Kebangkitan

15 November 2025
AuthorDwi Fatimah
EditorHendrik Khoirul
Harga CPO Diproyeksi Bullish hingga 2026, Pasar Sawit Global Masuki Fase Kebangkitan
HOT NEWS

sawitsetara.co - BALI - Prospek harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) kembali menunjukkan sinyal penguatan. Para analis dan pelaku industri sepakat bahwa pasar sawit global tengah memasuki fase bullish baru, dengan rentang harga diproyeksikan menembus US$1.050–US$1.125 per ton pada awal 2026.

Optimisme tersebut mengemuka dalam gelaran 21st Indonesian Palm Oil Conference and 2026 Price Outlook (IPOC) yang berlangsung di BICC, The Westin Resort Nusa Dua, Bali, Jumat (14/11/2025).

Ketua Bidang Luar Negeri Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), M. Fadhil Hasan, menegaskan harga CPO berpotensi bertahan tinggi dalam beberapa bulan ke depan.

“Dalam jangka pendek hingga kuartal I/2026, harga diperkirakan tetap kuat di kisaran US$1.050–US$1.125 per ton,” ujarnya.

Sawit Setara Default Ad Banner

Menurut Fadhil, meski produksi CPO dan Palm Kernel Oil (PKO) pada 2025 mencatat pertumbuhan 13% (Januari–Agustus), tren ke depan menunjukkan peningkatan yang lebih moderat. Perlambatan inilah yang diyakini menjadi faktor penopang penguatan harga di pasar global.

Selain produksi, kinerja ekspor sawit Indonesia juga menunjukkan lonjakan 15%, sejalan dengan meningkatnya permintaan dunia. Adapun konsumsi domestik tumbuh 4,5%, dipicu oleh industri pangan dan implementasi kebijakan biodiesel.

Gapki memperkirakan produksi sawit nasional naik 3–7% pada 2025, namun akan melambat menjadi 3–4% pada 2026, mempersempit ruang pasokan.

Analis senior Godrej International Ltd., Dorab Mistry, menilai pelemahan harga saat ini justru menjadi tanda awal kebangkitan baru. Menurutnya, pasar minyak nabati global sedang berada dalam kondisi “oversold” dan secara historis situasi tersebut kerap memicu lonjakan harga besar.

Sawit Setara Default Ad Banner

“Fase Januari–Maret 2026 akan sangat bullish. Rebound kuat sangat mungkin terjadi ketika produksi menurun pada akhir tahun,” kata Mistry.

Ia bahkan menilai peluang kenaikan harga kontrak berjangka hingga 5.500 ringgit terbuka lebar, terlebih jika Indonesia mengubah kebijakan Domestic Market Obligation (DMO). Pengetatan DMO, menurutnya, akan langsung mengurangi pasokan ekspor dan menjadi katalis pendorong harga global.

Di sisi lain, Mistry menilai implementasi kebijakan biodiesel, termasuk rencana B50, akan terus menopang harga CPO. Ia menyebut kebijakan biodiesel Amerika Serikat juga bakal menjadi penggerak harga paling besar dalam beberapa bulan ke depan.

“Pasokan 2026 tidak terlihat nyaman. Karena itu prospeknya bullish,” tegasnya.

Mistry turut menyoroti dinamika minyak nabati lain, khususnya minyak bunga matahari. Harga komoditas tersebut diprediksi baru kembali kompetitif pada pertengahan 2026, namun setelah terlebih dahulu kehilangan pangsa pasar signifikan, terutama di India.

Dengan kombinasi perlambatan produksi, penguatan permintaan global, hingga potensi pengetatan kebijakan ekspor, pasar CPO kini bergerak menuju momentum baru. Tahun 2026 diperkirakan menjadi periode penting yang dapat menentukan arah industri minyak nabati dunia.


Berita Sebelumnya
3 Minggu Berturut-Turut Harga TBS Petani Jambi Anjlok

3 Minggu Berturut-Turut Harga TBS Petani Jambi Anjlok

Ditengah-tengah didorongnya menuju program hilirisasi sawit, tapi harga tandan buah segar (TBS) di Provinsi Jambi justru anjlok atau turun selama 3 minggu berturut-turut.

14 November 2025 | Berita

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *