KONSULTASI
Logo

Ekspor Pertanian Afrika Timur Senilai Rp53 Triliun Terancam, Hanya 15% Pelaku Usaha Siap Penuhi Aturan EUDR

12 Desember 2025
AuthorHendrik Khoirul
EditorDwi Fatimah
Ekspor Pertanian Afrika Timur Senilai Rp53 Triliun Terancam, Hanya 15% Pelaku Usaha Siap Penuhi Aturan EUDR
HOT NEWS

sawitsetara.co - JAKARTA — Nilai ekspor pertanian Afrika Timur senilai Rp53,4 triliun (setara €2,75 miliar) terancam hilang setelah Uni Eropa memperketat penegakan aturan ketertelusuran melalui EU Deforestation Regulation (EUDR) dan Corporate Sustainability Due Diligence Directive (CSDDD).

Para eksportir dituntut membuktikan legalitas lahan, proses produksi, dan jalur rantai pasok secara lengkap. Namun, hanya 15% pelaku agribisnis di kawasan tersebut yang memahami regulasi tersebut, menurut Danish Industry Report 2024.

Sektor pertanian merupakan pilar ekonomi Afrika Timur—menyumbang 32% PDB dan mempekerjakan lebih dari 80% populasi. Uni Eropa juga menjadi pasar utama yang menyerap lebih dari 60% ekspor kopi dari Uganda, Kenya, Tanzania, Ethiopia, Rwanda, dan Burundi.

Kini, komoditas kopi, kakao, teh, hortikultura, minyak nabati, karet, hingga kayu menghadapi ancaman pengetatan akses pasar.

Sawit Setara Default Ad Banner

Kesadaran Rendah, Risiko Tinggi

Laporan menunjukkan 65% perusahaan masih membutuhkan panduan kepatuhan yang lebih jelas, 57% membutuhkan kerangka implementasi praktis, dan 52% kekurangan alat digital yang memadai. Dampaknya mulai dirasakan, di mana sejumlah pembeli Eropa dilaporkan menunda atau mengurangi pembelian—khususnya dari rantai pasok petani kecil yang verifikasinya lebih kompleks.

Masalah utama berada pada kesenjangan ketertelusuran: data produksi terfragmentasi, pencatatan petani tidak konsisten, hingga cakupan geolokasi yang belum memadai.

Dalam webinar Beyond Traceability Talks Vol. 4 yang diselenggarakan KOLTIVA, sejumlah pemimpin organisasi agrikultur dan traceability menegaskan bahwa ancaman terbesar bukan pada biaya kepatuhan, tetapi pada lambatnya upaya menutup kesenjangan ketertelusuran.

Susan Atyang, Regional Program Manager Agricultural Business Initiative (aBi), menegaskan bahwa ketertelusuran kini menjadi landasan wajib.

“Ketertelusuran merupakan landasan untuk memperkuat daya saing, memperluas akses pasar, dan meningkatkan inklusi finansial,” ujar Susan.

Ia menjelaskan bahwa aBi selalu menilai kesiapan organisasi secara menyeluruh—dari laporan keuangan, potensi ROI, kapasitas co-investment, jangkauan petani, hingga sistem kepatuhan yang telah berjalan.

Dari Uganda, Waithera Muriithi, Strategy & Innovation Lead Café Africa, menekankan pentingnya pemberdayaan petani. Ketertelusuran tidak akan tercapai tanpa pemberdayaan petani. Tantangannya bukan kemampuan teknis, tetapi kesadaran.

“Ketika petani memahami manfaatnya, tingkat adopsi meningkat,” ujarnya.

Café Africa saat ini memimpin gugus tugas EUDR dan pengembangan sistem data nasional untuk koordinasi kepatuhan.

Sawit Setara Default Ad Banner

Lebih dari 75% sektor pertanian di Ethiopia, Kenya, Tanzania, dan Uganda bergantung pada petani kecil—banyak di antaranya tanpa dokumen kepemilikan lahan yang dibutuhkan untuk verifikasi geolokasi.

Sementara itu, penetrasi internet di Afrika Timur baru mencapai 28,5%, jauh di bawah rata-rata global 67,9%. Ditambah, 80% petani kecil hidup di bawah garis kemiskinan, sehingga membebankan biaya kepatuhan penuh kepada mereka sulit dilakukan.

Menurut Fanny Butler, Senior Head of Markets EMEA Koltiva tidak ada keberlanjutan tanpa ketertelusuran, dan permintaan ke depan akan terus meningkat. Ia menjelaskan bahwa model pembiayaan bersama—pembeli membantu proses onboarding, pemasok menjaga kualitas data, dan mitra pembangunan mendukung biaya pemetaan—merupakan solusi paling realistis.

CEO dan Co-Founder Koltiva, Manfred Borer, menambahkan bahwa Afrika Timur memiliki basis produksi yang kuat namun membutuhkan kesiapan kolektif. Ketertelusuran bukan lagi inisiatif bagi sebagian kecil pelaku industri, tetapi tiket untuk memasuki pasar global bernilai tinggi.

Para pembicara sepakat bahwa Afrika Timur kini berada pada titik krusial, dan upaya percepatan harus dilakukan melalui tiga langkah utama:

1. Meningkatkan pemahaman regulasi di seluruh rantai pasok.

2. Melakukan asesmen sumber untuk verifikasi geolokasi dan risiko deforestasi.

3. Menerapkan teknologi digital yang sesuai kondisi lapangan.

Ketiga elemen tersebut dianggap bukan lagi pilihan tambahan, melainkan prasyarat agar eksportir tetap memiliki akses ke pasar premium Uni Eropa.

Potensi Besar, Risiko Sama Besarnya

Afrika Timur diproyeksikan memberikan 19% pertumbuhan tambahan produksi pertanian global dalam 10 tahun ke depan. Namun, peluang tersebut hanya dapat diwujudkan jika seluruh aktor—mulai dari koperasi, eksportir, pemerintah, hingga pemangku kepentingan internasional—bergerak cepat menutup kesenjangan kepatuhan.

Tanpa kesiapan, kawasan ini terancam kehilangan daya saing dan akses ke pasar bernilai tinggi yang selama ini menjadi penopang ekonomi jutaan petani.


Berita Sebelumnya
Limbah Cair POME Sawit Indonesia Jadi Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan, ICAO Beri Lampu Hijau

Limbah Cair POME Sawit Indonesia Jadi Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan, ICAO Beri Lampu Hijau

Ia menegaskan, SAF dari POME mampu memberikan emission saving hingga 8 persen dibandingkan bahan bakar fosil.

11 Desember 2025 | Berita

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *