sawitsetara.co – JAKARTA – Ketua Umum Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Sabarudin, menyuarakan keprihatinannya terhadap kebijakan pajak dan pungutan ekspor sawit yang dinilai memberatkan petani. Ia mendesak Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, untuk segera meninjau ulang kebijakan tersebut.
“Kebijakan ini berdampak pada 3,5 juta petani sawit dan 14 juta jiwa keluarga petani di seluruh Indonesia,” ujar Sabarudin, Kamis (2/10/2025), seperti dikutip dari Antara.
Menurut dia, petani sawit saat ini menghadapi tekanan ekonomi yang berat akibat mahalnya harga pupuk dan bahan makanan, serta rendahnya harga jual Tandan Buah Segar (TBS) yang terdistorsi oleh Bea Keluar dan Pungutan Ekspor yang dikenakan pada ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Sabarudin juga mengkritik alokasi dana yang dinilai kurang berpihak pada petani. Dia mengatakan dana pungutan sawit yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) sebagian besar hanya digunakan untuk subsidi biodiesel. Sehingga, kata dia, hanya menguntungkan industri minyak sawit besar yang memiliki pabrik biodiesel.
SPKS mencatat bahwa sejak perubahan aturan pungutan sawit pada 2015, sebagian besar dana BPDP tidak menyentuh kebutuhan langsung petani. Bahkan, kenaikan 1% PE dapat menurunkan harga TBS. Sementara itu, Kementerian ESDM mengumumkan tambahan subsidi biodiesel B40 sebesar Rp 16 triliun, dengan prediksi kebutuhan dana mencapai Rp 67 triliun pada 2025.
“Dimana keadilan hidup bagi petani kelapa sawit? Jika dana PE hanya dipergunakan bagi subsidi biodiesel, sementara petani masih tersandera kenaikan harga makanan dan pupuk,” kata Sabarudin, menyuarakan keprihatinan petani terhadap situasi yang ada.
SPKS berharap Menteri Purbaya dapat meninjau ulang efektivitas BK dan PE sawit, serta mengalokasikan dana pungutan secara lebih adil. Dukungan Presiden Prabowo Subianto juga dinilai krusial untuk menata ulang regulasi yang selama ini menghimpit pertumbuhan usaha perkebunan kelapa sawit nasional.
“Kami berharap Presiden Prabowo dapat melihat langsung kondisi 14 juta rakyatnya yang menggantungkan hidup pada sektor sawit, namun kian terhimpit hidupnya,” ujar Sabarudin.
Dengan 42% dari total luas lahan perkebunan kelapa sawit nasional dikelola oleh petani, SPKS mencatat bahwa sekitar 7,2 juta hektar lahan dan 3,57 juta keluarga bergantung pada sektor ini. Totalnya, sekitar 14,3 juta jiwa membutuhkan keadilan dari pemerintah.
“Kami mengusulkan agar dana sawit yang dikelola BPDP digunakan langsung untuk sarana dan prasarana petani, seperti penyediaan pupuk, perbaikan jalan kebun, dan dukungan alat-alat transportasi untuk petani. Serta insentif harga jual TBS yang menyuplai kebutuhan biodiesel nasional,” tutur Sabarudin, menguraikan usulan konkret dari SPKS.
SPKS juga mendesak pemerintah agar transisi program biodiesel nasional, dari B40 di tahun 2025 menuju B50 pada awal 2026, dibarengi dengan regulasi yang mewajibkan perusahaan penerima subsidi bermitra langsung dengan petani sawit. Menurut dia kalau petani sebagai penyedia bahan baku utamanya tidak dilibatkan secara langsung, maka manfaatnya tidak akan sampai ke akar rumput.
“Kami harap pemerintah mewajibkan perusahaan penerima subsidi untuk bermitra langsung dengan petani, karena dana subsidi itu berasal dari pungutan petani sendiri,” tegasnya.
Sabarudin menambahkan, kemitraan yang diatur secara adil akan menciptakan harga tandan buah segar (TBS) yang layak akan mengurangi ketergantungan petani pada tengkulak, serta mendorong penguatan koperasi petani.
Tags:
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *